Di Ujung Bandung Barat, Anak SD Bertaruh Paru-Paru Demi Tambang Bertonase: Bupati Kemana?
Jayantara-News.com, Bandung Barat
Suara batuk anak-anak menggema di ruang kelas SD Negeri Selacau. Bukan karena musim flu, tapi karena setiap hari mereka menghirup debu dari jalan yang dilalui truk tambang. Truk-truk besar pengangkut pasir dan batu melintas tepat di depan sekolah. Debu naik ke udara, masuk ke ruang kelas, memenuhi paru-paru anak-anak yang seharusnya belajar dalam tenang.
Ini bukan kejadian baru. Sudah hampir satu dekade tambang galian C beroperasi di Desa Selacau. Truk lalu-lalang sejak pagi sampai sore. Setiap getaran yang ditinggalkan roda truk bukan hanya mengguncang bangunan sekolah, tapi juga hati para orang tua dan guru yang tak mampu lagi menahan kekhawatiran.
> “Kami harus menutup jendela saat pelajaran, tapi tetap saja debunya masuk. Anak-anak sering batuk, bahkan ada yang sesak napas,” ujar seorang guru.
Aspal jalan kabupaten pun kini berlubang dan retak di sana-sini. Padahal itu akses utama warga dan jalur pulang-pergi anak sekolah. Warga menduga truk yang melebihi tonase menjadi biang kerok kerusakan. Dan mirisnya, pemerintah desa sudah berkali-kali mengusulkan perbaikan sejak 2019 lewat Musrenbang. Tapi sampai hari ini, belum ada realisasi.
Pak Bupati, ini bukan hanya soal jalan dan debu. Ini soal masa depan anak-anak Kabupaten Bandung Barat.
Apa gunanya tambang menghasilkan uang, jika murid-murid SD belajar dalam kondisi penuh polusi? Apa artinya CSR dan pajak perusahaan tambang, jika jalan rusak dibiarkan dan paru-paru anak-anak diabaikan?
Pemerintah Desa sudah sering menghimbau perusahaan tambang untuk ikut bertanggung jawab. Tapi yang terjadi, CSR hanya berupa bantuan kecil yang tidak menyentuh akar persoalan. Jalan tetap rusak, debu tetap menyesakkan, dan warga tetap terpinggirkan.
Padahal, undang-undang jelas: perusahaan tambang wajib menjaga lingkungan, memperbaiki jalan jika merusak, dan menjamin keselamatan lalu lintas. Jika melanggar, bisa dikenai sanksi administratif bahkan pencabutan izin. Tapi sampai kini, siapa yang mengawasi?
Kami, warga Selacau, hanya ingin keadilan.
Kami ingin:
Jalan khusus tambang, agar truk tidak melintas di depan sekolah.
Batas tonase ditegakkan, jangan asal muat.
Penyiraman jalan setiap hari agar debu tidak membunuh diam-diam.
Evaluasi dan penegakan hukum bagi tambang yang lalai.
Pak Bupati, lihatlah kami.
Kami tidak menolak pembangunan. Tapi jangan biarkan generasi kami tumbuh di antara lubang jalan dan kabut debu. Jangan biarkan pendidikan anak dikorbankan demi kepentingan ekonomi sesaat.
Kami tidak meminta banyak, hanya udara bersih untuk bernapas dan jalan aman untuk mengantar mimpi anak-anak kami menuju masa depan. (Nuka)