Mafia di Balik Meja Jaksa: Kasi Intel Kejari Semarang Diduga Terima Upeti dari Eks Wali Kota Semarang
Jayantara-News.com, Semarang
Sidang perkara dugaan korupsi yang menyeret eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, menyeret aroma busuk ke meja penegak hukum. Fakta mencengangkan terungkap: ada aliran dana ratusan juta rupiah diduga mengalir ke aparat kepolisian dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang.
Mbak Ita, yang menjabat Wali Kota Semarang periode 2023–2025, disebut-sebut menyetor uang “pelicin” agar kasusnya tak disentuh aparat hukum. Nama yang terseret: Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Semarang dan Unit Tipikor Polrestabes Semarang.
Fakta ini mengemuka dalam persidangan Tipikor Semarang pada Rabu, 4 Juni 2025. Saksi kunci, Ade Bhakti Ariawan, yang saat itu menjabat Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran sekaligus mantan Camat Gajahmungkur, membeberkan dugaan setoran uang dari hasil pungutan commitment fee proyek.
Dalam kesaksiannya, Ade mengungkap adanya setoran Rp200 juta ke Unit Tipikor Polrestabes dan Rp150 juta ke Kasi Intel Kejari Semarang, yang disebut-sebut sebagai bagian dari upaya “pengamanan hukum”.
Uang haram tersebut diserahkan oleh Eko Yuniarto, eks Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, ditemani Ade sendiri. Penyerahan ke Polrestabes berlangsung di ruang penyidik, sementara uang ke Kejari diduga diberikan secara terlambat—dengan dugaan kuat tujuannya tetap sama: membungkam aparat.
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah tak tinggal diam. Tim Pengawasan internal kini diturunkan untuk membongkar dugaan suap terhadap Kasi Intel Kejari Semarang.
Hal itu dikonfirmasi oleh Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, yang menyatakan proses pemeriksaan tengah berlangsung.
“Dari unsur pengawasan di Kejati Jateng sudah melakukan pendalaman atas informasi tersebut,” ujar Harli saat dikonfirmasi, Minggu (15/6/2025).
Harli enggan memastikan apakah Kasi Intel sudah diperiksa langsung, namun menegaskan bahwa semua proses kini berada di tangan tim pengawasan.
Lebih mengejutkan lagi, terdakwa Martono, orang kepercayaan Mbak Ita dalam mengelola aliran dana proyek, menyebut bahwa setoran ke aparat hukum adalah praktik turun-temurun yang sudah menjadi “kebiasaan” Paguyuban Camat.
Uang yang disetor ke aparat diduga berasal dari fee proyek yang dikumpulkan dari para kontraktor di 16 kecamatan. Total dugaan aliran dana mencapai Rp2,24 miliar, dengan rincian Rp2 miliar diterima Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, serta Rp245 juta untuk Martono.
Atas perbuatannya, Mbak Ita dan Alwin dijerat pasal berlapis dalam UU Tipikor, yakni Pasal 12 huruf a, Pasal 11, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. (Tim JN)