Wercok Bintoro Bantah Tuduhan Pemerasan Bos Prodia, Wilson Lalengke: “Maling Ngaku, Malaikat Langsung Bunuh Diri”
Jayantara-News.com, Jakarta
Tingkat kepercayaan publik terhadap profesionalisme aparat penegak hukum terus menurun. Berbagai kasus melibatkan oknum penegak hukum terjadi di berbagai wilayah tanpa henti. Salah satu kasus terbaru adalah dugaan keterlibatan AKBP Bintoro, mantan Kasatreskrim Polrestro Jakarta Selatan, yang dituduh memeras bos klinik kesehatan Prodia. Kasus ini kembali menambah daftar panjang dugaan pelanggaran oleh aparat hukum.
Sebagaimana diberitakan luas di berbagai media, termasuk media sosial dan aplikasi pesan, Bintoro diduga memeras pelaku kejahatan seksual dan narkotika dengan janji penghentian kasus. Nominal yang disebutkan dalam laporan tersebut mencapai Rp20 miliar, ditambah kendaraan mewah sitaan yang kini tidak diketahui keberadaannya.
Klarifikasi Bintoro
Usai diperiksa Propam Polda Metro Jaya selama 8 jam pada 26 Januari 2025, Bintoro membantah seluruh tuduhan. Dalam video berdurasi 4 menit 1 detik, ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut adalah fitnah. “Faktanya, semua ini adalah fitnah. Tuduhan bahwa saya menerima uang Rp20 miliar sangat mengada-ngada,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa dirinya digugat secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas tuduhan wanprestasi oleh korban pemerasan. Dalam gugatan tersebut, ia dituding menerima uang tunai Rp5 miliar dan transfer senilai Rp1,6 miliar dalam tiga kali pembayaran.
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, mengapresiasi klarifikasi Bintoro sebagai hak jawab yang sah. “Ini langkah baik, dan sudah seharusnya demikian,” ujar Wilson pada 27 Januari 2025.
Namun, Wilson menilai beberapa poin dalam pernyataan Bintoro perlu dikritisi dan dianalisis lebih lanjut. Ia berterima kasih kepada Polri yang terus mendalami kasus ini dan tetap menahan Bintoro di tahanan Paminal Propam Polda Metro Jaya meski ada klarifikasi yang dinilainya tidak meyakinkan.
“Maling yang mengaku jujur, ya malaikat bisa langsung bunuh diri karena merasa tidak dibutuhkan lagi. Kalimat ini pas menggambarkan pernyataan si oknum yang menolak mengakui perbuatannya,” ujar Wilson. Ia menambahkan bahwa nominal uang yang disebutkan, baik Rp5 miliar, Rp20 miliar, atau angka lain, tidak menghapus fakta dugaan pemerasan.
Budaya Setoran dan Kritik Tajam
Wilson juga menyoroti budaya “setoran” dalam tubuh Polri yang memaksa bawahannya mencari uang dengan segala cara, baik halal maupun haram. Sindiran soal “menabung untuk membeli pangkat jenderal” dinilai Bintoro secara harfiah, meski maksudnya adalah praktik suap demi kenaikan jabatan.
“Saya prihatin dengan rendahnya pemahaman literasi oknum-oknum ini. Sindiran saya bukan untuk Bintoro pribadi, tetapi menggambarkan budaya korup di institusi ini,” kritik Wilson.
Harapan untuk Menjadi Whistle-Blower
Sebagai penutup, Wilson menyarankan Bintoro untuk menjadi whistle-blower guna mengungkap jaringan mafia hukum di balik kasus ini. “Saya yakin, dia tidak bekerja sendiri. Hampir pasti ada jaringan yang melibatkan Polres, Polda, bahkan Mabes Polri, serta Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” pungkas Wilson. (APL/Red)