Sepeda & Dua Kuda Jadi Mahar Korupsi: Eks Wakil Dirut BRI Terseret Skandal Rp744 Miliar!
Jayantara-News.com, Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan lima tersangka dalam dugaan mega korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) Bank Rakyat Indonesia (BRI) senilai Rp744,5 miliar. Salah satu yang paling disorot adalah Catur Budi Harto, eks Wakil Direktur Utama BRI, yang kini dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
“Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan EDC Android di PT BRI (Persero) Tbk tahun 2020–2024 yang dilakukan secara melawan hukum oleh CBH selaku Wakil Direktur Utama BRI,” ungkap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (9/7).
Selain Catur, turut ditetapkan tersangka Indra Utoyo (eks Direktur Digital Teknologi Informasi dan Operasi BRI), serta Dedi Sunardi (SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI). Dari pihak swasta, KPK menyeret Elvizar (eks Direktur PT Pasific Cipta Solusi) dan Rudi Suprayudi (PT Bringin Inti Teknologi).
Hadiah Sepeda & Dua Ekor Kuda
Dalam konstruksi perkara, Catur diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp525 juta, yang sebagian dikonversi dalam bentuk sepeda mahal dan dua ekor kuda dari Elvizar.
Sementara Dedi Sunardi disebut menikmati sepeda merek Cannondale seharga Rp60 juta.
Tak kalah mengejutkan, Rudi Suprayudi dilaporkan menerima uang Rp19,72 miliar dari Irni Palar dan Teddy Riyanto dari PT Verifone Indonesia atas proyek BRILink dan FMS tahun 2020–2024.
Modus & Skema Licik
Proyek pengadaan EDC ini menggunakan skema beli putus dan sewa, namun diwarnai sejumlah manipulasi, termasuk pertemuan-pertemuan gelap antara Catur, Elvizar, dan Indra Utoyo untuk memuluskan kesepakatan yang merugikan keuangan negara.
Hingga kini, KPK belum melakukan penahanan terhadap kelima tersangka. Penyidik masih mendalami kasus dengan memeriksa saksi-saksi tambahan dan menelusuri aliran dana korupsi.
Pasal Berlapis
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Restu)