Jayantara-News.com, Medan
Legiman Pranata, warga Medan, menyampaikan surat permohonan keadilan hukum kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) HAM Sumatera Utara, Dr. Flora Nainggolan, SH., M.HUM. tgl 8/7/2025

Dalam surat yang ditembuskan ke Menteri HAM Natalius Pigai, ia menguraikan panjangnya jalan terjal perjuangannya mencari keadilan terkait sejumlah laporan dan dugaan penyimpangan dalam proses Keadilan hukum di Polda Sumut.
Legiman menuturkan, sejak 26 April 2021 ia telah membuat pengaduan masyarakat (Dumas) ke Ditkrimum Polda Sumut.
Namun, proses yang dijalani berulang kali tersendat dengan terbitnya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tanpa arah penanganan yang jelas. Ia bahkan mengaku mendapat perlakuan tidak wajar karena ditempatkan dalam pasal tanpa koordinasi, padahal dirinya adalah korban sekaligus pelapor.
Rangkaian Proses yang Dialami Legiman
1. 21 Oktober 2021, SP2HP pertama diterbitkan, lalu disusul SP2HP kedua pada 31 Mei 2022. Namun, isinya hanya berupa penghentian perkara yang dinilai tidak masuk akal. Perjuangan tak kendor dengan menyurati Petinggi Polri terus menerus
2. 7 Oktober 2024, ia memenuhi undangan Poltabes Medan, tetapi setelah diminta menjalani BAP, proses kembali buntu tanpa SP2HP, atau hasil yang jelas. “Dan baru ada pemberitahuan melalui WhatsApp kawan saya, pada tanggal 25 Juni 2025, sementara SP2HP dibuat tanggal 27 Mei 2025.”
3. 25 November 2024, ia kembali membuat Dumas ke Ditkrimsus Polda Sumut. Wawancara berlangsung pada 10 Februari 2025, kemudian SP2HP terbit lagi pada 18 Februari 2025, namun kasus masih mandek di tahap penyelidikan. SP2HP ke 2 pada tanggal 3 Juli 2025. “Dan SP2HP ke 3 pada tanggal 3 September 2025, pun belum memanggil terlapor yang menggunakan NIK ganda. Hal ini sebagaimana pengaduan saya pada tanggal 24 November 2024. Dan saya hanya ingin terlapor dipanggil oleh penyidik, dan duduk dengan saya selaku pelapor.
4. 22 Mei 2025, Legiman melayangkan surat kepada Irwasda Polda Sumut dengan melampirkan SP3D. Akan tetapi, diterbitkan surat dari PLT Wasidik tanggal 13 Juni 2025 (SP3D) disuruh kordinasi dengan penyidik Subdit II Harda, yang telah menghentikan (SP2HP tanggal 31 Mei 2022 ). Kini berlanjut surat perintah Kapolda, dimana pada tanggal 24 Juli 2025 ke Bid Propam, saya dimintai keterangan tanggal 20 Agustus 2025.
Legiman menegaskan, perjuangannya murni untuk mencari kebenaran dan keadilan hukum, sebagaimana diamanatkan Pancasila dan UUD 1945, Pasal 27 ayat (1). Ia juga menyebut telah tiga kali menyurati Kompolnas, namun jawaban yang diterima tidak memberikan solusi.
Tak hanya ke Polda, Legiman pun mendatangi Kantor Wilayah HAM Sumut.

Pada 14 Agustus 2025, pukul 12.00 WIB, ia sempat bertemu dengan Kabid HAM, namun dijelaskan bahwa tim terkait sedang bertugas di luar kantor. Ia diminta menunggu hingga pukul 14.00.
Kemudian, ia diwawancara oleh dua orang petugas, salah satunya bernama Heri Siregar. Seminggu berikutnya, ia kembali datang, tetapi hanya bertemu seorang staf yang menyebut tim masih berada di luar kota. Ia pun menitipkan dokumen melalui foto dari HP.
Pada 28 Agustus 2025, Legiman kembali menghubungi Heri Siregar melalui WhatsApp. Dalam percakapan panjang, ia kembali diminta mengirim dokumen-dokumen. Namun, hingga kini, rekomendasi maupun jawaban resmi dari Kanwil HAM tak kunjung diterbitkan.
“Pada tanggal 6 September 2025, datang surat dari Kompolnas, dasar surat saya tanggal 8 Juli 2025, yang isinya akan mengawasi perkembangan proses di Polda Sumut.”

“Dengan segala kerendahan hati, saya memohon kepada aparatur lembaga terkait, agar dapat menindaklanjuti laporan ini dengan penuh tanggung jawab. Karena sampai sekarang pun belum memanggil terlapor yang menggunakan NIK ganda. Penyidik hanya mengorek keterangan dari pelapor saja. Apakah ini adil?” ujar Legiman, merujuk pada UUD 1945 pasal 27. Padahal tembusan surat sudah saya sampaikan kepada Menteri HAM Bapak Natalius Pigai di Jakarta,” tegas Legiman.

Sebagai informasi, dalam Pasal 4 ayat (3) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers ditegaskan bahwa pers nasional berhak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Sedangkan Pasal 18 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan, setiap orang berhak untuk memperoleh keadilan melalui pengadilan yang bebas dan tidak memihak.
Aturan tersebut menjadi dasar masyarakat untuk menuntut keadilan secara konstitusional, sekaligus mengingatkan aparat penegak hukum agar bekerja sesuai asas kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 jo. Pasal 3 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. (Goes)
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: jayantaraperkasa@gmail.com. Terima kasih.