Sambel Pecel Blitar Bertransformasi: Inovasi Kemasan Modern Menuju Pasar Global
Jayantara.News.com, Depok
Sambel pecel khas Blitar telah lama menjadi bagian dari warisan kuliner Nusantara. Cita rasanya yang autentik dari perpaduan kacang, cabai, dan rempah pilihan menjadikannya salah satu bumbu favorit masyarakat. Tak hanya dikenal sebagai ikon kuliner lokal, sambel pecel juga memiliki potensi besar di pasar UMKM.
Menurut Dinas Perdagangan dan Perindustrian Blitar (2022), sambel pecel termasuk dalam lima besar pangan lokal terlaris, membuktikan daya saingnya yang tinggi. Namun, produk ini masih menghadapi tantangan seperti fluktuasi harga bahan baku, praktik pencampuran yang mengurangi kualitas, serta kemasan yang kurang menarik dan rentan terkontaminasi. Berdasarkan laporan Foresight Indonesia (2022), sekitar 40% konsumen kini lebih memilih bumbu dengan kemasan praktis, higienis, dan berdaya tahan lama, menegaskan kebutuhan inovasi dalam produksi dan pemasaran sambel pecel.
Menjawab tantangan tersebut, mahasiswa dan alumni Universitas Pertamina menghadirkan inovasi bisnis melalui Sambel Pecel My Fin. Qori’atul Septiavani (alumni) bersama Millenia Shinta Anggraeni, Iklimah Nur Rachmah, dan Nur Arifka W. (mahasiswa Program Studi Ekonomi) mendirikan My Fin dengan misi melestarikan sambel pecel khas Blitar dalam format modern yang lebih higienis dan sesuai dengan kebutuhan pasar.
Menurut Qori, bisnis ini telah dirintis sejak 2017 dengan mengusung nilai “Citra Rasa Warisan Nusantara”. Diproduksi secara autentik, My Fin kini telah dipasarkan di Kota Malang dengan kapasitas produksi mencapai 115 kg atau sekitar 350 kemasan per bulan.
Tim My Fin melakukan inovasi pada desain dan kemasan produk untuk meningkatkan nilai jual. Dari awalnya dikemas dalam plastik 500 gram hingga 1 kg, kini produk hadir dalam jar kaca yang lebih praktis, higienis, dan mudah dibawa. Selain itu, My Fin memperkenalkan empat varian bumbu siap saji, yaitu Sambel Pecel, Bumbu Gado-Gado, Bumbu Tahu Telur, dan Bumbu Sate, yang memiliki daya tahan lebih lama dan cocok untuk gaya hidup modern.
> “Kami menggunakan bahan alami tanpa pengawet, tetapi dengan pengemasan yang lebih higienis, produk kami bisa bertahan hingga tiga bulan dari yang sebelumnya hanya satu bulan setelah dibuka,” ujar Qori.
Menariknya, My Fin juga mengangkat budaya Jawa dalam desain visual kemasan dan penamaan produknya, seperti mengambil inspirasi dari tokoh wayang.
Dengan harga Rp23.500 per kemasan 300 gram, Sambel Pecel My Fin telah membangun jaringan pemasaran melalui 90 reseller, partisipasi dalam bazar UMKM, serta promosi aktif di media sosial dan e-commerce. Strategi ini berhasil mendorong pertumbuhan omzet hingga Rp7,3 juta per bulan.
Saat ini, tim My Fin tengah mengembangkan skema penjualan menuju pasar internasional melalui platform marketplace global. Untuk memperkuat kesiapan ekspansi ini, mereka mengikuti pelatihan dari Inkubasi Bisnis Lanjutan Universitas Pertamina, yang berfokus pada peningkatan kualitas produk, strategi penjualan, dan ketahanan bisnis.
> “Harapan kami, sambel pecel ini bisa dinikmati oleh banyak orang di berbagai penjuru dunia,” tutup Qori.
Sebagai institusi yang berorientasi pada inovasi dan kewirausahaan, Universitas Pertamina bangga atas pencapaian mahasiswanya dalam mengembangkan bisnis berbasis teknologi dan budaya.
> “Melalui My Fin, mahasiswa Universitas Pertamina membuktikan bahwa kewirausahaan bukan hanya tentang kreativitas, tetapi juga kontribusi nyata bagi perekonomian lokal dan nasional. Dengan dukungan inkubasi bisnis, mereka mampu menciptakan inovasi yang memperkuat ekosistem UKM dan membuka peluang pasar yang lebih luas,” jelas Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir M.S., IPU., Rektor Universitas Pertamina.
Dengan inovasi ini, sambel pecel khas Blitar semakin siap menembus pasar global, membawa warisan kuliner Nusantara ke tingkat yang lebih tinggi. (Yun)