Simon Soren Menilai, Pertemuan di Swiss-Belhotel Sorong Sesat Arah: Bukti Tak Ada, Tapi Dipaksa Terima!
Jayantara-News.com, Sorong
Pertemuan yang digagas Kapolda Papua Barat Daya di Hotel Swiss-Belhotel justru menuai kekecewaan mendalam. Dalam agenda yang disebut sebagai mediasi, sejumlah pihak menyebut tempat itu menjadi “pertemuan terburuk” yang pernah diikuti.
Yesaya dan kuasa hukumnya, Simon Soren, SH., MH., diundang secara informal oleh Kapolda Papua Barat Daya melalui pesan WhatsApp untuk hadir bersama Edy Yusuf dan Sawaludin, dua figur yang disebut-sebut tidak memiliki legalitas atau kejelasan kapasitas dalam mewakili pihak manapun. Pertemuan itu membahas pergerakan 1 unit bangkai kapal tugboat dan 1 unit tongkang dari Teminabuan ke Sorong, yang memicu polemik.
Simon Soren menegaskan, apa yang terjadi di Swiss-Belhotel merupakan pengulangan dari mediasi sebelumnya di Aula Polres Sorong Selatan. Dalam pertemuan itu, Edy Yusuf kembali menyampaikan rincian perhitungan tanpa dasar hukum yang jelas. “Perincian itu tidak disusun oleh perusahaan, tak ada kontrak resmi, tidak ada surat perjanjian tentang upah atau kewajiban pembayaran. Bukti pembayaran pun tak menunjukkan tanda tangan Direktur atau Manajer Keuangan,” tegas Simon.
Ironisnya, pihak Yesaya tidak diberi ruang untuk menanggapi. “Kami hanya digiring untuk menerima semua yang disampaikan Edy Yusuf. Ini bukan mediasi, ini pemaksaan sepihak,” kecam Simon Soren.
Lebih lanjut, Simon menyoroti keberadaan surat pernyataan bersama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada mediasi awal. “Itu seharusnya menjadi dasar hukum yang cukup untuk menggugurkan Laporan Polisi (LP) yang diajukan Sawaludin. Jika sudah ada kesepakatan bersama, maka LP itu seharusnya SP3 (dihentikan) secara hukum,” jelasnya.
“Ini bukan ranah pidana lagi, tapi sudah masuk ranah perdata. Dalam perdata, yang bicara adalah alat bukti, bukan opini sepihak. Tidak bisa seenaknya membuat surat pernyataan baru. Yang punya Perjanjian Lama dan Baru itu hanya Injil. Surat pernyataan dan surat perjanjian itu beda konsep. Yang kami pegang adalah surat pernyataan yang sah dan ditandatangani bersama, dan itu harus ditegakkan,” tandas Simon.
Hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan dari Majelis Rakyat Papua (MRP), Ketua Pokja Adat Mesak Mambraku, Roberth Wanma, serta Sekretaris Dewan Adat III Bomberay, Daniel Kapisa. (Tim/Red)