Hati-Hati! Pajak di Kafe dan Restoran Bisa Diam-Diam Menguras Kantong
Oleh : Agus Chepy Kurniadi
Jayantara-News.com, Bandung
Pernahkah Anda merasa harga makanan atau minuman di sebuah kafe atau restoran lebih mahal dari yang tertera di daftar menu? Bisa jadi itu karena adanya pajak yang dibebankan kepada Anda sebagai pengunjung. Lantas, apa sebenarnya dasar pemungutan pajak tersebut? Apakah sah jika pengunjung yang harus menanggungnya? Dan bagaimana sikap yang sebaiknya diambil oleh konsumen?
Dasar Pemungutan Pajak di Restoran dan Kafe
Dalam praktiknya, pengusaha restoran, kafe, maupun tempat makan lainnya berhak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau Pajak Daerah (Restoran) kepada pengunjung, sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan di Indonesia.
PPN dikenakan atas penyerahan barang dan jasa kena pajak, termasuk jasa makanan dan minuman jika disediakan oleh pelaku usaha besar seperti jaringan restoran ternama. Tarif PPN saat ini adalah 11% dari harga jual.
Sementara itu, pemerintah daerah juga menerapkan Pajak Restoran, yang merupakan bagian dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Pajak restoran ini tarifnya bervariasi antar daerah, namun secara umum berkisar antara 5% hingga 10%, tergantung kebijakan masing-masing pemerintah kabupaten/kota.
Dengan demikian, pengunjung restoran atau kafe bisa saja membayar dua jenis pajak sekaligus dalam satu transaksi: PPN dan Pajak Restoran.
Mana yang Sering Dibebankan kepada Pengunjung?
Biasanya, restoran akan menyertakan informasi pada struk pembayaran, seperti:
– Harga menu: Rp50.000
– Service charge (jika ada): 5% = Rp2.500
– Pajak (10%): Rp5.000
Total: Rp57.500
Jika struk sudah mencantumkan pajak secara transparan, maka beban tersebut sah dikenakan kepada konsumen. Namun, jika tidak ada keterangan pajak dan jumlah total melebihi harga menu, maka konsumen berhak mempertanyakan rincian pembayarannya.
Bagaimana Sikap Pengunjung yang Bijak?
Sebagai konsumen yang cerdas, Anda dapat melakukan beberapa hal berikut:
1. Periksa daftar harga dan keterangan pajak di menu atau konfirmasi kepada petugas sebelum memesan. Beberapa tempat menyebutkan “Harga belum termasuk pajak dan layanan.”
2. Minta struk resmi atau nota belanja, untuk mengetahui secara jelas apakah pajak sudah termasuk dalam harga atau ditambahkan kemudian.
3. Laporkan kejanggalan ke instansi terkait (Dispenda/Pemda setempat atau KPP) jika terdapat pemungutan pajak tanpa dasar yang jelas atau indikasi manipulasi pajak oleh pengelola.
4. Gunakan aplikasi e-commerce atau pemesanan online yang transparan soal harga dan pajak jika Anda ingin lebih praktis dan aman.
Perbedaan PPN dan PPh
PPN (Pajak Pertambahan Nilai):
– Dibayar oleh konsumen akhir.
– Dikenakan atas transaksi barang dan jasa.
– Tarif standar: 11%.
– Disetorkan oleh pengusaha (pengusaha kena pajak/PKP) ke kas negara.
Contoh: Saat Anda beli kopi di kafe, PPN-nya dibayar oleh Anda dan dipungut oleh pengusaha.
PPh (Pajak Penghasilan):
Dibayar oleh orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diperoleh.
Tergantung jenis penghasilan dan tarif yang berlaku (misal: PPh 21, PPh 23, PPh Final UMKM).
Dalam konteks restoran, pengusaha membayar PPh dari laba usaha mereka, bukan dibebankan langsung ke konsumen.
Konsumen tidak membayar PPh saat makan di restoran.
Mengetahui hak dan kewajiban perpajakan adalah bagian dari literasi keuangan masyarakat. Pajak memang penting untuk pembangunan negara, namun transparansi dan kepatuhan pelaku usaha juga tak kalah penting. Sebagai pengunjung, Anda berhak atas informasi yang jujur dan pelayanan yang adil.
Jadi, jangan ragu untuk bertanya atau mengonfirmasi terkait pajak saat makan di luar. Sikap aktif Anda turut menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat dan berkeadilan. (Red)