Saung Lalakon: Dari Warung Sunda ke Pusat Kolaborasi Sosial dan Pemberdayaan Komunitas
Jayantara-News.com, Bandung
Saung Lalakon, destinasi kuliner khas Sunda yang berlokasi di Kabupaten Bandung, kembali menunjukkan perannya sebagai lebih dari sekadar tempat makan. Pada hari Jumat, lokasi ini menjadi pusat kegiatan sosial berupa layanan pengobatan gratis hasil kolaborasi antara Yayasan KJR Indonesia dan mitra asal Korea Selatan.
Kegiatan tersebut bukan yang pertama kalinya diadakan di tempat ini. “Ini sudah yang ketiga atau keempat kali,” ujar Lusiana, pemilik Saung Lalakon. Dalam edisi tahun ini, lebih dari 500 warga, termasuk anak-anak, mendapat layanan medis tanpa biaya, seperti pemeriksaan umum, perawatan gigi, terapi pijat, hingga pembagian kacamata dengan harga terjangkau. Anak-anak balita pun menerima asupan gizi berupa susu dan bubur kacang hijau, sementara anak-anak lainnya diajak bermain sambil belajar.
“Yang paling penting bagi kami adalah bagaimana masyarakat merasa terbantu,” tutur Lusiana. Ia menyebut antusiasme warga, khususnya di Desa Jelegong, sangat tinggi. Hal ini mencerminkan besarnya kebutuhan terhadap layanan dasar yang mudah diakses.
Hendra, pembina Yayasan KJR, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan hasil kerja sama lintas sektor, melibatkan pelaku usaha lokal, pemerintah desa, mitra internasional, dan para relawan muda. “Kami tidak ingin masyarakat hanya menjadi penerima bantuan, tapi juga aktif terlibat,” katanya. Relawan lokal juga dilibatkan dalam pelatihan keterampilan sederhana, seperti membuat kerajinan tangan, sebagai bagian dari program pemberdayaan.
Pemilihan Saung Lalakon sebagai lokasi dinilai strategis. Selain nyaman dan memiliki daya tarik budaya, lokasinya lebih luas dibanding tempat sebelumnya, sehingga mendukung kelancaran kegiatan. “Lebih leluasa dan lebih ramah untuk kegiatan semacam ini,” ujar Hendra.
Menariknya, pendekatan kegiatan ini tidak sekadar bersifat filantropi, tetapi juga menekankan pada pemberdayaan dan kesadaran bersama. “Tadi saya bertemu seorang warga yang hanya bisa makan sekali sehari,” ungkap Hendra, menyoroti urgensi intervensi sosial yang berkelanjutan.
Dukungan dari sponsor seperti Wings Food (Mie Sedaap) dan air minum kemasan Cleo turut memperlihatkan bahwa dunia usaha kini mulai memahami pentingnya menjalin hubungan sosial jangka panjang dengan masyarakat.
Jika pola kolaboratif ini terus dikembangkan, bukan mustahil akan lahir sebuah ekosistem sosial baru: di mana pelaku usaha seperti Saung Lalakon menjadi simpul yang menghubungkan masyarakat lokal dengan jejaring global, tidak hanya melalui makanan, tetapi lewat aksi nyata, solidaritas, dan harapan bersama. (Nuka)