Alumni Unpad Anggap Pernyataan ‘Bodoh’ dari Susi Pudjiastuti sebagai Serangan terhadap Marwah Akademik
Jayantara-News.com, Bandung
Polemik penolakan Keramba Jaring Apung (KJA) di Pantai Timur Pangandaran, Jawa Barat, kian menghangat sejak Juli hingga pertengahan Agustus 2025. Dalam dinamika tersebut, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran (Unpad) seolah menjadi sasaran kritik keras dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), Susi Pudjiastuti, yang pada Rabu (13/8/2025) dalam acara di Susi International Beach Strip menolak keras keberadaan KJA di kawasan tersebut.
Penolakan itu mendapat dukungan dari Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran, Jeje Wiradinata, yang juga mantan Bupati Pangandaran dua periode, serta dari Bupati Pangandaran saat ini, Citra Pitriyami. Acara di lokasi itu juga dihadiri ratusan orang yang menamakan diri sebagai Forum Komunikasi Para Pelaku Wisata Pangandaran (FKP2WP), termasuk sejumlah nelayan.
Kepada redaksi, Budi Hermansyah, Wakil Ketua Ikatan Alumni (IKA) Unpad, menyesalkan munculnya kata-kata “bodoh” yang ditujukan kepada Guru Besar Unpad, sebagaimana diberitakan sejumlah media terkait pernyataan Susi Pudjiastuti.
“Ucapan itu tidak pantas dilontarkan oleh seseorang yang pernah menjabat sebagai menteri. Kita menganut etika dan budaya timur yang mengedepankan kesopanan dan kelembutan dalam bertutur kata,” ujar Budi, yang akrab disapa Buher, melalui sambungan telepon dari Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Menurutnya, tendensi pernyataan tersebut bukan hanya menghina pribadi guru besar Unpad, melainkan juga melecehkan lembaga pendidikan tinggi.
“Sejak 1950-an, alumni Unpad telah berkiprah luas di pemerintahan, BUMN, dunia usaha, politik, hingga sektor swasta. Merendahkan guru besar sama artinya merendahkan Unpad secara keseluruhan,” tegasnya.
Buher menjelaskan, Kampus Unpad Pangandaran yang berdiri sejak 2016 fokus pada Program Studi Perikanan Laut Tropis dengan status Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU).
“Sejauh yang saya tahu, KJA Unpad ini merupakan laboratorium lapangan untuk riset budidaya lobster. Tujuannya agar kita tidak kalah dengan Vietnam, yang selama ini justru mengambil benih bening lobster (BBL) dari Indonesia, lalu sukses membesarkannya,” paparnya.
Ia menegaskan, perbedaan pendapat dalam dunia akademik seharusnya dijawab dengan argumentasi ilmiah, bukan dengan kata-kata merendahkan.
Dalam kesempatan lain, Buher juga menyinggung KJA Off Shore yang digagas oleh Susi Pudjiastuti saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, yang kala itu bekerja sama dengan Pemerintah Norwegia dan diresmikan Presiden Joko Widodo pada Maret 2018 di Pangandaran.
“Jangan-jangan selain di Pangandaran, proyek serupa yang menelan anggaran APBN Rp42 miliar per lokasi, seperti di Karimunjawa dan Sabang (Aceh), juga gagal total dihantam ombak? Kalau benar begitu, sungguh disayangkan karena dana negara sebesar itu terbuang sia-sia,” pungkas Buher.
Untuk melengkapi reportase, redaksi menghubungi Ketua DPD HNSI Jawa Barat, Iwan Mustofa, SE., M.M., pada Minggu (17/8/2025). Ia menilai, polemik ini telah berkembang liar dan berpotensi mengganggu kondusivitas masyarakat pesisir.
“KJA merupakan salah satu inovasi pemanfaatan sumber daya perairan dengan teknologi buatan yang terkondisi secara khusus. Jika diterapkan oleh institusi akademik seperti Unpad, niscaya sudah melalui kajian tata ruang laut yang ketat,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa jika izin sudah sesuai aturan seperti yang dijelaskan Dekan FPIK Unpad, Prof. Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., maka keberadaan KJA tidak bisa serta-merta ditolak.
“Pada prinsipnya, KJA justru membantu nelayan. Selain memberi kepastian usaha, juga meningkatkan aspek keselamatan dan keberlanjutan. Sesuai jargon HNSI: Nelayan Sejahtera, Negara Kuat,” tegasnya. (Tim JN)