Tokoh Sunda dan Budayawan Soroti Kejanggalan Kasus Bandung Zoo, Tuntut Pengembalian ke Yayasan Margasatwa Tamansari
Jayantara-News.com, Bandung
Sejumlah tokoh organisasi, komunitas Kasundaan, dan pelestari budaya Jawa Barat berkumpul di Sekretariat Jenderal Angkatan Muda Siliwangi (AMS), Jl. Braga 58 B Kota Bandung. Pertemuan tersebut secara khusus membahas perkembangan kasus Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) yang dinilai sarat kejanggalan, terutama terkait dugaan upaya pengambilalihan pengelolaan oleh Taman Safari Indonesia (TSI) dari Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT).
Sebagaimana diketahui, YMT didirikan oleh tokoh pergerakan Bandung Lautan Api sekaligus budayawan Sunda, Raden Ema Brata Kusumah atau Gan Ema. Bandung Zoo, dahulu dikenal sebagai Derenten Bandung, merupakan kebun binatang tertua kedua di Indonesia setelah Surabaya Zoo. Keberadaannya tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Sunda, tetapi juga bagian penting dari sejarah Kota Bandung.
Kasus ini mencuat bukan hanya karena dua pengurus YMT masih ditahan dengan tuduhan korupsi, tetapi juga terkait status lahan Bandung Zoo yang dianggap bermasalah. Pada Februari 2025, terbit sertifikat Hak Guna Pakai (HGP) atas nama Pemerintah Kota Bandung, yang dinilai janggal dan tidak sesuai dengan riwayat kawasan sebelumnya.
Menurut keterangan Yan Rizal dan Acep Solahudin dari GEMA PS (Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial) Jawa Barat-Banten, BPKHTL (Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan) pada Januari 2025 menyatakan secara tertulis bahwa tanah seluas 11,75 hektare yang dikelola YMT belum memiliki legalitas dan termasuk kategori APL (Area Penggunaan Lain). “Seharusnya sejak awal berdiri, YMT sudah mengurus legalitas alas haknya sebelum ada pihak lain yang mencoba mengklaim,” jelasnya.
Dalam forum tersebut, praktisi hukum Dindin S. Maolani, SH menegaskan bahwa berdasarkan data yang ada, prioritas legalitas penguasaan lahan seharusnya diberikan kepada YMT, bukan Pemkot Bandung. “Untuk menguji atau bahkan membatalkan sertifikat kepemilikan yang sudah terbit, jalurnya bisa ditempuh melalui PTUN,” tegasnya.
Sementara itu, tokoh budaya Kang Budi Dalton mengungkapkan bahwa ia sudah berkomunikasi langsung dengan Wali Kota Bandung. Ia bahkan memperlihatkan pesan WhatsApp yang menunjukkan bahwa sertifikat HGP terbit sebelum wali kota saat ini dilantik. “Beliau menyampaikan bahwa dirinya belum mendapat informasi utuh mengenai persoalan Bandung Zoo,” kata Budi Dalton.
Sebagai tindak lanjut, para tokoh Jawa Barat yang hadir sepakat segera mengadakan dialog dengan Wali Kota Bandung agar mendapatkan keterangan lengkap dan tidak hanya dari satu pihak. Mereka juga berkomitmen mengajukan hearing ke DPRD Kota Bandung agar persoalan ini dibuka secara transparan di hadapan wakil rakyat.
Pertemuan ini menghasilkan pernyataan sikap bersama yang berisi:
1. Menuntut semua pihak menghargai, merawat, dan melestarikan sejarah serta aset warga Sunda di atas kepentingan ekonomis jangka pendek.
2. Mengembalikan pengelolaan Kebun Binatang Bandung kepada Yayasan Margasatwa Tamansari sebagai penerus keluarga Raden Ema Brata Kusumah.
3. Mempertahankan fungsi ekologis dan konservasi kawasan Babakan Siliwangi, termasuk Bandung Zoo, agar tidak dialihfungsikan demi kepentingan ekonomi semata.
Di akhir diskusi, Yan Rizal juga menyampaikan keheranannya terhadap kinerja ATR/BPN yang tetap menerbitkan sertifikat meski status lahan masih dalam sengketa. “Ketika ditanyakan secara tertulis apa dasar penerbitan sertifikat Hak Guna Pakai atas nama Pemkot Bandung, justru ATR/BPN menjawab Bu tidak bisa memberikan keterangan karena dianggap rahasia negara,” ungkapnya. (Wan’s)