Rambut Gondrong Pejabat Jadi Simbol Arogansi! PPWI Jabar: “Ini Krisis Etika Jabatan!”
Jayantara-News.com, Bandung
Penampilan sejumlah pejabat publik dan politisi yang belakangan ini tampil gondrong menuai sorotan tajam dari Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jawa Barat. Ketua PPWI Jabar, Agus Chepy Kurniadi, menyebut fenomena ini sebagai bentuk krisis keteladanan dan etika jabatan.
Menurut Agus, penampilan fisik pejabat bukan sekadar soal gaya, melainkan mencerminkan karakter, kedisiplinan, dan wibawa institusi yang diwakili. “Pejabat publik itu bukan selebritas. Mereka adalah simbol negara, dibayar oleh rakyat untuk tampil profesional dan pantas secara sosial maupun moral,” tegasnya, Rabu (5/6/2025).
Ia menyoroti bahwa rambut gondrong di kalangan kepala daerah, anggota DPR/DPRD, ASN, hingga aparat penegak hukum justru menimbulkan kesan urakan dan abai terhadap norma kepatutan.
> “Kalau seorang camat, bupati, atau anggota DPR tampil gondrong seperti musisi panggung, bagaimana rakyat bisa percaya bahwa mereka disiplin dan siap melayani? Ini bukan soal suka atau tidak suka, ini soal etika jabatan,” ujarnya.
Agus Chepy juga mendesak agar lembaga negara, kementerian, dan pemerintah daerah segera membuat atau memperketat aturan internal tentang standar penampilan, termasuk larangan rambut gondrong saat menjalankan tugas resmi.
Usulan PPWI Jabar:
1. ASN dan pejabat publik wajib menjaga penampilan rapi, termasuk potongan rambut.
2. Kepala daerah dan anggota dewan tunduk pada norma etika visual saat tampil di ruang publik.
3. Aparat TNI-Polri tidak boleh melanggar aturan disiplin dengan membiarkan rambut gondrong.
> “Penampilan bukan sekadar gaya, ia adalah bahasa simbolik yang mencerminkan apakah seorang pejabat masih merasa terikat pada mandat rakyat atau justru sedang larut dalam euforia kekuasaan,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Agus mengingatkan bahwa kebebasan personal dalam konteks pejabat publik harus tunduk pada norma publik. Jangan sampai rambut gondrong menjadi lambang dari arogansi jabatan dan kemunduran etika dalam birokrasi. (Red)