Pangandaran Krisis Tata Kelola: Salah Menempatkan Pejabat, Salah Menentukan Arah
Oleh: Agus Chepy Kurniadi
Jayantara-News.com, Pangandaran
Kabupaten Pangandaran kembali menjadi sorotan. Bukan karena keindahan alamnya yang memukau, melainkan karena wajah birokrasinya yang carut-marut. Pertanyaan publik pun kian mengemuka: Kenapa Pangandaran selalu tersorot miring?
Jawabannya sederhana tapi menyakitkan: karena salah sistem sejak awal. Kesalahan terbesar itu adalah salah menempatkan posisi, salah menempatkan orang pada jabatan, dan salah menilai kapasitas pegawai.
Ironi Penempatan Pejabat
Bukan rahasia lagi, di beberapa dinas masih ditemukan pejabat maupun pegawai yang ditempatkan tidak sesuai keahliannya. Bayangkan, ada seorang Sarjana Lingkungan yang justru ditempatkan di kecamatan atau di dinas yang sama sekali tidak linear dengan latar belakang akademiknya. Ironisnya lagi, ada kepala dinas (Kadis) maupun sekretaris dinas (Sekdis) yang latar belakang pendidikan dan pengalamannya tidak nyambung dengan bidang yang mereka pimpin.
Lantas, bagaimana sebuah kebijakan bisa tepat sasaran bila sejak hulunya sudah salah kaprah? Inilah yang membuat Pangandaran seakan terjebak dalam lingkaran setan birokrasi: salah penempatan → salah kebijakan → salah arah pembangunan.
Hukum Menegaskan Pentingnya Profesionalitas
Jika merujuk pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), ditegaskan bahwa setiap jabatan ASN harus diisi oleh pegawai yang memenuhi persyaratan kompetensi, kualifikasi, dan pangkat sesuai dengan jabatan yang dipangku. Artinya, hukum secara jelas mengamanatkan agar penempatan pejabat tidak boleh asal tunjuk, apalagi hanya karena faktor kedekatan atau keberanian menyetor sesuatu.
Namun, kenyataan di lapangan berbicara lain. Penempatan pejabat di Pangandaran lebih sering didasarkan pada “siapa dekat dengan siapa” ketimbang pada kapasitas dan integritas. Jika pola ini terus dipelihara, jangan heran bila wajah birokrasi Pangandaran selalu mendapat sorotan negatif.
Loyalitas yang Salah Arah
Dalam birokrasi, loyalitas adalah kata kunci. Tetapi loyalitas yang salah arah justru bisa menghancurkan. ASN seharusnya loyal kepada tugas, fungsi, dan instansinya, bukan sekadar loyal kepada bupati atau kepentingan kelompok tertentu.
Birokrasi Pangandaran mestinya menjadi mesin yang bekerja untuk masyarakat, bukan untuk melanggengkan kepentingan elit politik. Apalagi jika jabatan hanya dijadikan hadiah politik atau “komoditas transaksi”, maka rakyat yang akan menjadi korban karena kebijakan publik lahir dari kompromi, bukan dari kajian dan keahlian.
Saatnya Pangandaran Berbenah
Jika Kabupaten Pangandaran ingin keluar dari stigma buruk birokrasi yang salah sistem, maka perbaikan harus dimulai dari hulunya: sistem rekrutmen dan penempatan pejabat. Jangan sampai kursi jabatan dijadikan bancakan.
Pejabat tidak harus pintar luar biasa atau bergelar akademik setinggi langit, tetapi setidaknya ia memiliki kompetensi sesuai bidangnya serta loyalitas kerja yang terarah pada instansi dan pelayanan publik. Dengan begitu, arah kebijakan daerah bisa lebih terukur, terarah, dan berpihak kepada masyarakat.
Pangandaran adalah kabupaten baru yang seharusnya bisa menjadi model tata kelola modern, bukan malah terjerat dalam praktik lama yang sarat nepotisme. Jika ini terus dibiarkan, sejarah akan mencatat bahwa Pangandaran gagal bukan karena kurang potensi, tetapi karena salah urus di tingkat birokrasi. (Red)