Arogansi Pimpinan Bank BJB Kota Banjar: Transparansi Asuransi Dipertanyakan, Wartawan Dihindari
Jayantara-News.com, Kota Banjar
Kritik tajam dilontarkan masyarakat terhadap manajemen Bank BJB Cabang Kota Banjar, khususnya kepada Pimpinan Cabang (Pincab) Fajar dan Manajer Operasional Nugraha. Kedua pejabat tersebut dinilai arogan dan terkesan menghindari wartawan serta masyarakat yang mempertanyakan hak-hak mereka, terutama terkait transparansi asuransi debitur.
Sebagai lembaga keuangan daerah, Bank BJB seharusnya menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanannya. Namun, sejumlah wartawan yang hendak meminta klarifikasi terkait isu transparansi justru mendapat respons dingin. Sikap ini bertentangan dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers dan mengatur hak-hak wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik.
Endang, seorang pemerhati dari LSM, menyoroti bahwa wartawan adalah pihak yang dilindungi oleh undang-undang dan memiliki peran penting dalam menyampaikan aspirasi masyarakat. “Jangan sampai ada kesan bahwa Bank BJB alergi terhadap wartawan. Mereka itu identitasnya jelas dan tujuannya juga baik. Apa yang perlu ditakuti?” tegasnya.
Keluhan lain datang dari debitur yang merasa tidak mendapatkan informasi lengkap mengenai asuransi yang dibebankan pada mereka. Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur terkait produk atau jasa yang ditawarkan.
Menurut Endang, para debitur memiliki hak untuk mengetahui nama perusahaan asuransi, nilai premi, dan menerima sertifikat polis. “Ironisnya, banyak debitur yang tidak tahu-menahu soal asuransi, padahal uang mereka sudah dipotong saat akad kredit,” tambahnya.
Tutus Tusro, tokoh PGRI, turut memperkuat pernyataan tersebut. Ia menegaskan bahwa selama bertahun-tahun menjadi nasabah BJB, ia tidak pernah mendapatkan informasi lengkap terkait asuransi. “Ini seperti upaya membodohi masyarakat,” kritiknya.
Keluhan lain muncul dari seorang debitur bernama Ade Givan. Ia dan rekannya berkali-kali mendatangi customer service Bank BJB untuk menarik tabungan wajib yang dipotong dari pinjaman mereka. Namun, proses tersebut berbelit-belit karena memerlukan persetujuan pimpinan cabang yang sulit ditemui.
“Kami datang untuk kebutuhan mendesak, tapi selalu dipersulit. Ini menunjukkan betapa buruknya pelayanan di Bank BJB Kota Banjar,” keluhnya.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 4 huruf c UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa konsumen berhak atas pelayanan yang jujur dan tidak diskriminatif.
Menyikapi situasi ini, Endang mengusulkan agar dilakukan audit independen terhadap manajemen Bank BJB, tidak hanya di Kota Banjar, tetapi di seluruh cabang di Jawa Barat. “Audit ini penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana masyarakat,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Bank BJB Kota Banjar belum memberikan tanggapan resmi. (Tim)