Kapolri atau Politisi? Listyo Sigit Disarankan Mundur dan Bikin Partai!
Jayantara-News.com, Jakarta
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menanggapi pernyataan Presiden Terpilih Prabowo Subianto tentang analogi “ikan busuk berawal dari kepala.” Menurutnya, jika analogi itu benar, maka solusinya jelas: jika yang busuk adalah eksekutif, maka presiden harus diganti; jika yang dimaksud adalah Polri, maka Kapolri harus dicopot.
Pernyataan ini muncul di tengah rentetan skandal yang mengguncang institusi kepolisian. Mulai dari kasus polisi tembak polisi, keterlibatan oknum dalam penyalahgunaan narkotika, hingga aksi pembungkaman terhadap band Sukatani, yang mengkritik Polri lewat lagu “Bayar, Bayar, Bayar.”
Dalam diskusi yang digelar Ikatan Wartawan Hukum di Jakarta Selatan, Jumat (7/3/2025), Usman menyoroti tren represif terhadap masyarakat, khususnya gerakan mahasiswa. Amnesty International mencatat dalam laporannya bahwa sepanjang 22–29 Agustus 2024, terjadi tindakan represif di 14 kota terhadap demonstrasi publik.
Di sisi lain, pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, menilai bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lebih berbakat menjadi politisi ketimbang penegak hukum. Ia menyoroti bagaimana Polri selalu berusaha mengambil peran dalam kebijakan pemerintah, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program unggulan Prabowo.
Menurut Ray, Presiden Prabowo sebaiknya tidak menahan potensi politik Kapolri. “Pak Listyo ini lebih cocok berpolitik dibandingkan memimpin kepolisian. Saya berharap Presiden segera membebaskannya dari tugas sebagai Kapolri agar bakat politiknya benar-benar tersalurkan,” katanya.
Bahkan, Ray melihat bahwa setelah purna tugas, Listyo Sigit cocok mendirikan partai politik bersama Presiden ke-7, Joko Widodo. “Ketua umumnya Pak Jokowi, Sekjen-nya Pak Listyo. Cocok banget!” ujarnya.
Kini, pertanyaannya: Apakah Presiden Prabowo berani mengambil langkah tegas untuk menyelamatkan citra Polri? Ataukah Polri akan semakin larut dalam skandal dan politisasi? (Permadhi)