Legalitas PWI Jadi Sorotan: Presiden Prabowo Didesak Tolak Hadir di HPN 2025
Jayantara-News.com, Jakarta
Provinsi Riau telah ditunjuk sebagai tuan rumah peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 oleh kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) versi Zulmansyah Sekedang yang terbentuk melalui Kongres Luar Biasa (KLB). Sementara itu, kepengurusan PWI versi Hendry Ch Bangun, yang sebelumnya telah dicabut keanggotaannya oleh Dewan Kehormatan PWI, menetapkan Kalimantan Selatan sebagai lokasi penyelenggaraan HPN tahun yang sama.
Acara HPN 2025 dirancang dengan berbagai agenda, termasuk seminar, diskusi, dan konvensi nasional untuk membahas isu strategis dunia pers. Namun, kedua kubu menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan hadir pada perhelatan HPN di tempat versi masing-masing, meskipun legalitas kedua kepengurusan tersebut masih menjadi perdebatan.
Polemik ini muncul karena baik kepengurusan PWI versi Zulmansyah maupun Hendry belum mendapatkan pengesahan resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Situasi tersebut memunculkan desakan agar Presiden Prabowo Subianto tidak menghadiri salah satu dari dua acara tersebut demi menghindari potensi kontroversi yang dapat berdampak negatif terhadap kredibilitas dan citra beliau di mata publik.
Ketidakhadiran Presiden dalam acara HPN 2025 dinilai langkah bijak, mengingat belum adanya pengesahan legalitas organisasi dari Kemenkumham. Jika Presiden menghadiri salah satu acara tersebut, hal ini berpotensi dianggap sebagai bentuk pengakuan terhadap salah satu kepengurusan yang status hukumnya masih abu-abu.
Lebih jauh, kehadiran Presiden di acara yang dasarnya diragukan dapat memunculkan kritik dari masyarakat terkait transparansi dan integritas pemerintah. Dalam posisi sebagai kepala negara, prioritas Presiden semestinya diarahkan pada agenda strategis yang lebih relevan dengan kepentingan bangsa.
Meski diklaim sebagai ajang strategis untuk membahas tantangan pers dalam era digital, HPN 2025 lebih banyak dipandang sebagai seremoni yang menghabiskan anggaran tanpa manfaat signifikan. Zulmansyah Sekedang menyebut HPN 2025 sebagai momentum penting bagi dunia pers, tetapi legalitas kepengurusan yang ia wakili masih menjadi tanda tanya besar.
Di sisi lain, kepengurusan Hendry Ch Bangun menghadapi tuduhan korupsi terkait penggunaan dana hibah BUMN. Kepengurusan ini juga telah diblokir oleh Administrasi Hukum Umum (AHU) dan dikeluarkan dari gedung Dewan Pers. Dengan status yang tidak sah, pelaksanaan HPN 2025 oleh kubu Hendry juga dinilai ilegal dan tidak semestinya dihadiri oleh pejabat negara.
Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa HPN 2025 hanya akan menambah polemik dan memperburuk citra dunia pers di Indonesia. Selama ini, acara tersebut kerap dipandang sebagai ajang seremonial yang tidak membawa dampak signifikan, melainkan hanya menjadi tempat reuni pengurus PWI dan pemborosan anggaran.
Ketidakhadiran Presiden Prabowo Subianto di HPN 2025 diharapkan menjadi simbol komitmen pemerintah terhadap tata kelola yang bersih, transparan, dan akuntabel. Pemerintah juga diharapkan lebih fokus pada pemberdayaan pers melalui regulasi yang mendukung profesionalisme dan tanggung jawab media di Indonesia.
Dengan mengambil sikap tegas untuk tidak hadir, Presiden Prabowo dapat memberikan pesan kuat kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga integritas, sekaligus menegaskan komitmennya terhadap pemerintahan yang bebas dari kontroversi. (Tim/Red)