Modus “Ketahanan Prabowo”: Petani Terusir, Lahan Hancur, Ketahanan Pangan Terancam!
Jayantara-News.com, Jabar
Banyak laporan di lapangan mengenai oknum-oknum yang mengatasnamakan program Ketahanan Prabowo, tetapi justru melakukan tindakan yang bertolak belakang dengan tujuan ketahanan pangan nasional.
Oknum-oknum ini diduga mengusir para petani penggarap yang telah bertahun-tahun mengelola lahan dengan alasan bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara dan akan digunakan untuk program ketahanan pangan. Namun, faktanya, setelah lahan petani dihancurkan, banyak di antaranya justru tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, melainkan hanya menjadi bagian dari proyek pribadi yang menguntungkan segelintir pihak.
Akibatnya, ratusan petani kehilangan mata pencaharian, sementara lahan yang sebelumnya produktif berubah menjadi tidak terpakai. Hal ini menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan Indonesia dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial di kalangan masyarakat petani.
Diharapkan Presiden Prabowo Subianto segera bertindak tegas terhadap oknum-oknum yang mencoreng nama baiknya dengan cara-cara yang merugikan petani. Pemerintah perlu membuka jalur pengaduan khusus agar para petani penggarap yang menjadi korban dapat menyampaikan keluhannya dan mendapatkan keadilan.
Landasan Hukum yang Perlu Diperhatikan:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
Pasal 10 ayat (1): “Setiap orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah wajib mengusahakan atau menggunakannya secara nyata sesuai dengan keadaannya atau sifat serta tujuan pemberian haknya.”
Pasal 21 ayat (1): “Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik.”
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pasal 44: “Setiap orang dilarang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang mengakibatkan berkurangnya luas lahan pertanian pangan.”
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 36: “Setiap orang berhak memiliki hak milik pribadi dan hak tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”
Masyarakat dan aparat penegak hukum diharapkan bersinergi untuk menghentikan praktik-praktik ilegal ini demi menjaga ketahanan pangan dan kesejahteraan petani di Indonesia. (Lies/Red)