RUU Perampasan Aset Mandek: Koruptor Dilindungi, Uang Rakyat Dirampok!
Jayantara-News.com, Jakarta
Kasus-kasus korupsi dengan nilai kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah terus bermunculan. Salah satunya adalah skandal dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang kini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun.
Pakar Hukum Hardjuno Wiwoho menegaskan bahwa satu instrumen hukum yang dapat menjadi solusi atas kejahatan luar biasa ini adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Menurutnya, pengesahan RUU ini tidak bisa ditunda lagi.
> “RUU Perampasan Aset harus segera disahkan! Ini harga mati! Kalau tidak, koruptor akan terus menikmati hasil jarahannya dengan nyaman,” tegas Hardjuno, Rabu (5/3/2025).
Penjara Tidak Cukup, Rampas Harta Koruptor!
Hardjuno menilai bahwa hukuman penjara saja tidak memberikan efek jera. Banyak koruptor yang tetap hidup mewah setelah keluar dari tahanan karena aset mereka tidak tersentuh hukum.
> “Selama ini, penindakan korupsi terlalu fokus pada hukuman badan. Padahal, yang lebih penting adalah memiskinkan koruptor agar mereka tidak bisa menikmati hasil kejahatannya. RUU Perampasan Aset adalah senjata ampuh untuk itu,” ujarnya.
Strategi pemberantasan korupsi, menurut Hardjuno, harus mencakup pencegahan, penindakan, dan pemulihan aset. Sayangnya, mekanisme pemulihan aset di Indonesia masih lemah karena bergantung pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
> “Masalahnya, proses hukum bisa memakan waktu bertahun-tahun, memberi kesempatan bagi koruptor untuk menyembunyikan asetnya. RUU ini memungkinkan penyitaan aset tanpa harus menunggu vonis pidana,” jelasnya.
Elite Politik Diduga Bermain, RUU Perampasan Aset Tertahan!
Meski sudah diwacanakan sejak 2003, RUU Perampasan Aset terus mengalami jalan buntu. Hardjuno menduga ada kepentingan elite politik yang ikut bermain dalam mandeknya pembahasan aturan ini.
> “Bagaimana mungkin aturan yang bisa memiskinkan koruptor ini akan disahkan dengan mudah, sementara banyak elite yang mungkin saja terdampak?” cetusnya.
Selama ini, banyak skandal korupsi yang berkaitan dengan sumber daya alam, seperti kasus PT Timah dan tata kelola pertambangan ilegal.
> “Ironis! Sumber daya alam yang seharusnya untuk rakyat justru dikuasai segelintir orang. RUU ini adalah langkah strategis untuk merebut kembali aset negara yang dijarah!” tegas Hardjuno.
Ia pun menyerukan agar masyarakat terus mengawal RUU Perampasan Aset, agar tidak kembali tenggelam dalam tarik ulur kepentingan politik.
> “Kita tidak boleh diam! Jika rakyat tidak bersuara, pengesahan RUU ini bisa terus diulur tanpa kepastian!” pungkasnya.
Korupsi Minyak Mentah Rp 193,7 Triliun: Siapa Saja yang Terlibat?
Saat ini, Kejaksaan Agung tengah mengusut dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT PERTAMINA periode 2018-2023. Sudah ada sembilan tersangka, enam di antaranya petinggi subholding PT Pertamina dan tiga lainnya dari pihak swasta:
1. RS – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
2. SDS – Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
3. YF – Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping
4. AP – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
5. MKAR – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
6. DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim
7. GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak
8. MK – Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga
9. EC – VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga
Kasus ini menambah daftar panjang korupsi di sektor energi yang merugikan negara. Namun, tanpa adanya RUU Perampasan Aset, para pelaku tetap punya peluang untuk menikmati hasil kejahatannya.
Masyarakat harus menekan DPR dan pemerintah agar tidak lagi bermain-main dengan aturan yang bisa menyelamatkan uang rakyat. Jika RUU Perampasan Aset terus dibiarkan mangkrak, maka korupsi akan terus menggerogoti negara. (Permadhi)