Saling Intervensi Antara BPD dan Kades Sering Picu Ketegangan, Berimbas pada Kinerja yang Tak Maksimal
Oleh : Agus Chepy Kurniadi
Jayantara-News.com, Jabar
Saling intervensi antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa (Kades) bisa berdampak negatif pada kinerja pemerintahan desa secara keseluruhan. BPD dan Kades memiliki fungsi yang berbeda, di mana BPD berperan sebagai pengawas, penampung aspirasi masyarakat, dan pengambil keputusan di tingkat kebijakan desa, sedangkan Kades bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Intervensi dari salah satu pihak terhadap kewenangan pihak lainnya seringkali menyebabkan ketegangan, sehingga memicu kurangnya sinergi dan akhirnya menurunkan efektivitas kerja. Misalnya, jika BPD terlalu sering mencampuri kebijakan operasional yang seharusnya menjadi wewenang Kades, hal ini dapat menghambat proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program desa. Sebaliknya, jika Kades mengambil alih fungsi pengawasan atau mencoba mengendalikan peran BPD, fungsi check and balance yang dimiliki oleh BPD tidak berjalan efektif.
Agar kinerja pemerintahan desa lebih maksimal, diperlukan pembagian peran yang jelas, komunikasi yang baik, dan batasan intervensi yang dipatuhi oleh kedua pihak. Pelatihan terkait tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak juga bisa membantu mengurangi konflik peran dan menciptakan suasana kerja yang lebih kolaboratif.
Memang benar, di beberapa kasus, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) seringkali terlihat mengambil alih peran Kepala Desa (Kades) dalam pengambilan keputusan maupun pengelolaan kebijakan. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya pemahaman akan batasan peran dan tanggung jawab antara kedua pihak. BPD, sebagai lembaga yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas dan penampung aspirasi masyarakat, terkadang memonopoli peran Kades dalam pelaksanaan program atau kebijakan desa.
Monopoli peran ini dapat berbahaya bagi keseimbangan kekuasaan di tingkat desa. BPD yang terlalu dominan bisa menghambat kreativitas dan inisiatif Kades, yang justru memiliki otoritas untuk menjalankan program sesuai kebutuhan desa. Selain itu, monopoli oleh BPD dapat menimbulkan ketidakpuasan dan konflik, mengingat Kades yang menjadi eksekutor utama harus diberi ruang untuk melaksanakan visi dan misinya.

Penyelesaian masalah ini membutuhkan kesepakatan yang jelas antara BPD dan Kades terkait tugas, wewenang, dan batasan masing-masing. Sosialisasi mengenai peran BPD dan Kades juga diperlukan agar keduanya dapat menjalankan fungsi sesuai aturan yang berlaku. Selain itu, pembentukan forum komunikasi atau rapat rutin bisa membantu menjaga keseimbangan serta meminimalisir konflik peran, sehingga kinerja pemerintahan desa tetap berjalan optimal.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Media Online Jayantara-News.com, Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jabar, Ketua LBHK-Wartawan Jabar