SMAN 1 Ciamis Diduga Raup Ratusan Juta Rupiah dari Kesepakatan Komite dan Orangtua Siswa
Jayantara-News.com, Ciamis
Dugaan adanya pungutan liar (pungli) di SMAN 1 Ciamis ini muncul setelah rapat antara Komite Sekolah dan orangtua siswa kelas X (sebanyak 12 rombongan belajar, masing-masing berisi 36 siswa) menetapkan penggalangan dana yang dinilai memberatkan.
Berdasarkan informasi yang diterima Jayantara-News.com, dalam rapat awal yang digelar pada Sabtu, 2 November 2022, Komite Sekolah dan pihak sekolah menyepakati nominal Rp2.800.000 per siswa. Namun, setelah banyak orangtua siswa mengeluhkan besarnya angka tersebut, dilakukan rapat lanjutan pada Sabtu, 9 November 2024. Hasil rapat tersebut mengurangi nominal sumbangan menjadi Rp1.500.000 per siswa.
Jika dikalkulasikan, dengan total 432 siswa, jumlah dana yang terkumpul mencapai Rp648.000.000 – angka yang cukup besar dan memicu perhatian publik.
Saat dikonfirmasi pada Jumat, 29 November 2024, Humas SMAN 1 Ciamis, Ira, menyampaikan, bahwa dana tersebut dialokasikan untuk mendukung kegiatan lomba siswa dan menutupi kekurangan anggaran yang tidak tercakup oleh dana BOS. Hal senada juga disampaikan oleh Irfan dari bagian informasi sekolah.
Ira menambahkan, bahwa dana yang dikumpulkan berasal dari kontribusi sukarela orangtua siswa, dan pihak sekolah tidak menentukan nominal tertentu.
Namun, merujuk pada Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dan Pergub Jabar No. 97 Tahun 2022, penggalangan dana semacam ini harus bersifat sukarela, transparan, dan tidak memaksa. Lebih lanjut, jika terbukti melanggar aturan, praktik tersebut dapat masuk dalam kategori pungutan liar yang bertentangan dengan Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Pelanggaran semacam ini juga berpotensi dijerat dengan sanksi pidana berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 368 KUHP terkait pemerasan, atau Pasal 423 KUHP yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang oleh pegawai negeri dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Kasus ini masih menjadi perhatian publik, terutama terkait transparansi dan akuntabilitas pihak sekolah dalam pengelolaan dana. (BS)