Warga Cipamokolan dan Arcamanik Endah Terus Berjuang, Menentang Pembangunan Gereja yang Tidak Direstui
Jayantara-News.com, Kota Bandung
Pada Selasa, 24 Desember 2024, Tim Advokasi yang dipimpin Prof. Anton Minardi, bersama Tim Ansharullah, mengikuti audiensi dengan Komisi A DPRD Kota Bandung, terkait penolakan pembangunan Gereja Sang Hyang Hurip Santo Antonius di Cipamokolan dan perubahan fungsi GSG di Arcamanik Endah. Audiensi ini dimulai terlambat karena ruang yang tidak mencukupi, sementara warga yang hadir berharap dapat menyaksikan langsung pemaparan dari masing-masing pihak terkait.
Audiensi ini dihadiri oleh berbagai stakeholder, termasuk kepala dinas, camat, lurah, FKUB, serta panitia pembangunan gereja, dan dipimpin oleh Ketua Komisi A, Dr. H. Radea Respati. Audiensi dibagi menjadi dua sesi: pertama mengenai Gereja Sang Hyang Hurip Santo Antonius di Cipamokolan, dan kedua tentang pengalihan fungsi GSG menjadi Gereja Santo Cordelia di Arcamanik.
Pada sesi pertama, Prof. Anton Minardi menyampaikan kekhawatiran terkait mal administrasi dalam perizinan, seperti penggunaan dua KTP tidak sesuai domisili, pemalsuan tanda tangan, dan penolakan sekitar 2.500 warga yang diabaikan oleh lurah dan camat. Ia menekankan pentingnya penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwenang.
Asep S. Adjie, Ketua LPM Cipamokolan, yang memimpin penolakan, mengungkapkan bahwa sekitar 2.500 warga, termasuk MUI dan LPM, menentang pembangunan gereja tersebut, namun suara mereka diabaikan. Ia membeberkan kronologi penolakan yang dimulai sejak Maret 2022 hingga Desember 2022, termasuk keputusan camat yang dianggap tidak melibatkan pihak-pihak yang menentang.
Sementara itu, Lenny dari panitia pembangunan gereja menjelaskan kebutuhan umat dan proses yang telah dilalui untuk membangun gereja. Meskipun demikian, jawaban dari pihak terkait terkesan standar dan normatif, tanpa memberikan solusi yang memadai bagi warga yang menolak.
Pada pembahasan di sesi ke dua, warga Arcamanik Endah tetap menolak pembangunan Satisa/Gereja Kecil di GSG Jl. Sky Air No. 19, karena pihak pengelola GSG sering mangkir dari undangan musyawarah dan audiensi. Hal ini menimbulkan keresahan di masyarakat terkait fungsi GSG tersebut. Rapat audiensi sepakat untuk menunda keputusan dan menunggu hasil verifikasi lapangan.
Akhirnya, rapat diakhiri dengan pernyataan bahwa perizinan pembangunan gereja telah diberikan kepada Panitia Pembangunan Gereja Sang Hyang Hurip Santo Antonius, dan pihak yang keberatan dipersilakan menempuh jalur hukum. Warga Cipamokolan yang hadir mengungkapkan ketidakpuasan mereka atas proses yang dianggap tidak transparan. (Asep KW)