Bongkar Skenario Gelap! Skandal Dana Hibah Nyaris Rp80 Miliar untuk UPI: Siapa Bermain di Balik Layar?
Jayantara-News.com, Bandung
Dugaan praktik kotor dalam distribusi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali menyeruak. Kali ini, sorotan tajam mengarah ke Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang disebut-sebut menerima kucuran dana hibah fantastis mencapai Rp 79.776.950.000 alias nyaris Rp 80 miliar di tahun anggaran 2024.
Data dari Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) menunjukkan, aliran dana jumbo tersebut terbagi ke tiga kampus UPI, yakni:
1. UPI Setiabudhi Kota Bandung: Rp 48.726.950.000
2. UPI Cibiru Kabupaten Bandung: Rp 17.800.000.000
3. UPI Purwakarta: Rp 13.250.000.000
Total: Rp 79.776.950.000
Fakta ini dikonfirmasi oleh Sekretaris Daerah Jabar, Herman Suryatman, meski ia mengaku tidak mengetahui secara pasti alasan kampus tersebut diguyur dana sebesar itu. “Betul, sekitar Rp 70 miliar lebih. Tapi saya cek dulu pastinya. APBD 2024 sudah ditetapkan sebelum saya menjabat,” ujar Herman saat dihubungi Kamis (8/5/2025).
Ketika dikonfirmasi lebih lanjut, Kepala Humas UPI, Suhendra, justru meminta waktu hingga esok hari untuk memberikan jawaban.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi telah menyatakan akan melakukan audit total atas seluruh penyaluran dana hibah pendidikan selama beberapa tahun terakhir. Ia menilai banyak bantuan dana dengan nominal fantastis yang justru tidak tepat sasaran, dan terindikasi diberikan kepada lembaga-lembaga yang memiliki “kedekatan politik”.
“Penyaluran hibah harus adil. Pertanggungjawabannya harus fisik dan administratif. Bangunan harus sesuai dengan dana yang dikucurkan, administrasinya pun wajib transparan,” tegas Dedi.
Audit ini tampaknya bukan tanpa alasan. Publik masih belum lupa bahwa Yayasan Al Ruzhan milik mantan Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum juga pernah menerima dana hibah jumbo senilai Rp 45,16 miliar pada periode 2020–2024.
Gelontoran dana miliaran ke lembaga pendidikan seperti UPI tanpa penjelasan yang gamblang dari pemerintah maupun pihak kampus, memicu kecurigaan publik akan adanya “main mata” antara elit birokrasi dan institusi pendidikan. Dugaan praktik patronase politik kian menguat.
Apakah benar dana hibah ini murni untuk peningkatan mutu pendidikan? Atau justru menjadi kendaraan politik terselubung menuju Pemilu 2029?
Publik menunggu jawaban. Dan jika audit total benar dilakukan, maka satu hal pasti: ada banyak pihak yang mulai gelisah. (Goes)