Mafia Hukum Bermain Lagi! Gunawan Yusuf & Sugar Group Dituding Suap Hakim Agung 200 Miliar
Jayantara-News.com, Jakarta
Skandal hukum bertabur uang kembali mencoreng wajah peradilan Indonesia. Nama taipan Gunawan Yusuf dan Purwanti Lee, pemilik Sugar Group Companies (SGC), kini terseret dalam pusaran dugaan suap senilai ratusan miliar rupiah kepada pejabat Mahkamah Agung (MA).
Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, yang terdiri dari Komite Solidaritas Saksi dan Korban (KSSK), Indonesia Police Watch (IPW), Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), dan Peradi Pergerakan, pada Rabu, 14 Mei 2025 resmi melaporkan Gunawan Yusuf dan Purwanti Lee ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka mendesak KPK mengusut dugaan suap kepada Hakim Agung Soltoni Mohdally senilai total Rp200 miliar, yang diduga diberikan melalui jaringan mafia peradilan internal MA.
Pengakuan mengejutkan terungkap dalam persidangan terdakwa Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam kesaksiannya, mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, Zarof Ricar, mengaku telah menerima dua kali transfer dari pihak SGC: pertama Rp50 miliar, kemudian Rp20 miliar, keduanya diduga bagian dari komitmen suap yang lebih besar.
Lebih mencengangkan, uang tunai sebesar Rp915 miliar dan 51 kg emas batangan yang diamankan dalam penggeledahan kasus suap MA tidak disebut sebagai gratifikasi, melainkan secara gamblang sebagai “alat suap” yang mengalir sistemik ke jantung lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.
“Kami minta KPK tidak berhenti pada aktor-aktor kecil. Gunawan Yusuf dan Purwanti Lee harus diperiksa sebagai pihak pemberi suap. Jika KPK sungguh independen, ini saatnya membersihkan MA dari para mafia berseragam hakim,” ujar Petrus Selestinus dari TPDI.
Koalisi menduga, transaksi jumbo itu merupakan bagian dari strategi Sugar Group Companies untuk memuluskan sejumlah perkara perdata dan pidana yang tengah berjalan, termasuk sengketa pajak dan gugatan korporasi bernilai triliunan rupiah.
Dalam laporan mereka, Koalisi juga menyertakan bukti digital transfer, pertemuan tertutup, dan indikasi kuat adanya “meeting of minds” antara pengusaha dan oknum peradilan.
Publik kini menanti: apakah KPK berani menindak para “dewa hukum” yang selama ini sulit disentuh? Atau sekali lagi, keadilan akan dijual dengan harga Rp200 miliar? (Goes)