Legiman Menggugat, Sihar Diduga Palsukan Identitas: Polda Sumut Diam Membisu
Oleh: Syarif Al Dhin
Jayantara-News.com, Medan
Sudah lebih dari tujuh bulan berlalu sejak Legiman Pranata, warga sipil dan karyawan swasta, melayangkan Pengaduan Masyarakat (DUMAS) kepada Polda Sumatera Utara pada 25 November 2024. Aduannya tidak main-main: ia menuding anggota DPR RI aktif, Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus, telah melakukan dugaan pemalsuan data kependudukan dengan memiliki dua identitas berbeda, dua NIK, dua tempat lahir, dan dua tanggal lahir.
Ironisnya, meskipun telah dilakukan pemeriksaan oleh Ditreskrimsus dan pelapor telah dimintai keterangan pada 10 Februari 2025, penanganan kasus ini justru mandek dan tanpa kejelasan. Publik pun mulai bertanya: apakah hukum hanya berlaku bagi rakyat kecil? Di mana keberanian aparat penegak hukum dalam menindak seorang elite politik?
Fakta Hukum yang Tak Terbantahkan
Bukti yang dikantongi Legiman, dua KTP dengan data berbeda, serta dokumen-dokumen legal yang menunjukkan penggunaan dua identitas oleh Sihar Sitorus, berpotensi menjeratnya dalam pasal-pasal UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, yaitu:
Pasal 94: Pemalsuan data pribadi, ancaman pidana 2 tahun dan/atau denda Rp25 juta.
Pasal 96A: Kepemilikan dua NIK, pidana 6 tahun dan/atau denda Rp75 juta.
Dengan bukti permulaan yang telah ada, seharusnya tidak ada alasan bagi kepolisian untuk menunda apalagi mengabaikan proses hukum terhadap siapapun, termasuk seorang anggota dewan.
Penegakan Hukum Dipertanyakan, Kepolisian Dinilai Abai
Ketika penyidik lamban dan tidak transparan, maka patut dipertanyakan: apakah asas “due process of law” sedang dilanggar? Apakah prinsip “equality before the law” telah mati di hadapan kekuasaan?
Pasal 13 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 dengan tegas menyebut tugas utama Polri adalah menegakkan hukum dan melayani masyarakat. Namun, dalam kasus ini, seolah-olah wibawa hukum tunduk di bawah nama besar seorang politisi nasional.
Hak-Hak Pelapor yang Diabaikan
Sebagai pelapor, Legiman berhak menuntut kejelasan:
Mengajukan permohonan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan).
Melapor ke Propam, Kompolnas, atau Ombudsman RI jika ada dugaan pembiaran atau penyalahgunaan wewenang.
Jika keadilan tak ditegakkan dari dalam, jalur pengawasan eksternal dan tekanan publik adalah harga mati.
Kesimpulan: Kasus Serius, Tapi Menggantung!
Dugaan pemalsuan identitas yang dilakukan oleh seorang pejabat publik bukan hanya persoalan administratif, tetapi juga menyangkut integritas dan moralitas pejabat negara. Bila benar, maka tindakan ini adalah bentuk kejahatan struktural yang membahayakan kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Rekomendasi Tegas:
1. Polda Sumut segera keluarkan SP2HP terbaru dan berikan kejelasan hukum pada publik.
2. Legiman disarankan melayangkan surat terbuka ke Kapolri dan tembusan ke lembaga pengawasan eksternal.
3. Jika bukti sudah cukup, penyidik harus naikkan status ke penyidikan dan jangan lagi berlindung di balik birokrasi.
4. Media dan masyarakat sipil wajib ikut mengawal kasus ini hingga tuntas.
Saatnya suara rakyat menggema lebih lantang dari arogansi kekuasaan. Jangan biarkan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas! (Red)