Skandal Tanah Cihanjuang Bandung Barat: Dugaan Pemalsuan, Intimidasi, Intervensi ASN, dan Bungkamnya Kepala Desa!
Jayantara-News.com, Bandung Barat
Sengketa lahan di Blok Lamping, RT 02 RW 14, Kampung Cibaligo, Desa Cihanjuang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, memunculkan berbagai persoalan hukum yang mengarah pada dugaan pelanggaran berat, mulai dari pemalsuan dokumen, intimidasi warga, hingga kelumpuhan fungsi pelayanan pemerintahan desa.
Permasalahan mencuat antara ahli waris almarhum Mardasan yang diwakili Jakeus Niko S., melawan pihak keluarga almarhum Jaja bin Asmita, terkait tanah seluas 1.320 m² yang tercatat dalam Kohir No. 742 Persil 158. Tanah tersebut awalnya diperoleh melalui transaksi jual beli tahun 1959, yang dibuktikan melalui segel dan girik Letter C No. Kohir 276, serta tercatat dalam IPEDA tahun 1974 atas nama Jaja bin Asmita.
Namun, segel jual beli yang sebelumnya menjadi dasar hak tanah itu telah dicoret dan dimanipulasi secara sepihak oleh pihak pengklaim, bahkan merubah luasnya menjadi 2.020 m² tanpa dasar sah. Pihak ahli waris Jaja diduga keras mengubah isi dokumen, memaksakan klaim, dan menebar intimidasi terhadap para ahli waris Mardasan.
Jalur Persuasif Dijawab Teror dan Premanisme
Jakeus menyampaikan bahwa pihaknya telah menempuh berbagai langkah damai, termasuk surat klaim disertai ruang sanggah. Namun tak satupun dijawab secara resmi. Bahkan terjadi intimidasi malam hari ke kediaman ahli waris Mardasan. Upaya mediasi melalui Binmas dan Babinsa pun buntu karena pengklaim menghindar dan menolak duduk bersama.
Ironisnya, saat mediasi kedua berlangsung, pihak pengklaim baru menunjukkan dokumen tanah, yang ternyata telah dicoret dan tidak sesuai data kantor desa. Ketegangan pun memuncak, hingga terjadi pemukulan antar sesama ahli waris Jaja, yakni Ading dan Gagan, serta Ading dan Yana keesokan harinya.
BPN Tak Berdaya Hadapi Intervensi Oknum ASN
Pihak ahli waris Mardasan telah membayar Rp5.000.000 kepada BPN untuk pengukuran ulang tanah. Namun hasil ukur tak kunjung keluar karena adanya intervensi dari seorang bernama Gian Agus alias Ogie, yang disebut sebagai oknum ASN Dinas Perumahan dan Permukiman KBB.
Kepala Seksi Pengukuran BPN, Fajar, mengaku bahwa permohonan pengukuran masuk atas nama Kepala Desa Cihanjuang, Gagan Wirahma, sehingga hasilnya harus melalui kantor desa. Namun hingga hari ini tidak ada kejelasan, dan kepala desa justru dinilai lebih tunduk pada tekanan kelompok pengklaim daripada menjalankan tugas pelayanan publik secara netral.
Lebih lanjut, ditemukan adanya saluran air milik usaha Tirta Amanah milik ibu Hellen yang melintasi objek tanah sengketa. Jalur ini diduga disewakan sepihak oleh Tata (anak Jaja bin Asmita) tanpa seizin ahli waris Mardasan. Pihak keluarga pun telah melayangkan surat keberatan kepada Dinas Perizinan KBB untuk meninjau ulang izin tersebut.
Menyikapi aduan melalui meja redaksi Jayantara-News.com, dari pihak yang mewakili ahli waris, Jakeus Nico S., hingga Agus Chepy Kurniadi, selaku Pemimpin Umum Jayantara-News.com pun angkat bicara:
> “Kami mengecam keras segala bentuk dugaan pemalsuan dokumen, intimidasi terhadap warga, dan pembiaran oleh aparat desa. Ini adalah bentuk nyata dari pembangkangan terhadap hukum dan etika pemerintahan. Jika benar ada intervensi dari oknum ASN, maka ini bukan sekadar urusan sengketa tanah, tapi sudah masuk ranah abuse of power dan kejahatan administratif. Kami mendorong aparat penegak hukum agar segera bertindak. Jangan sampai keadilan mandul hanya karena tekanan segelintir pihak yang punya kedekatan kekuasaan,” tegas Agus.
Agus pun merinci beberapa aspek hukum yang dilanggar, di antaranya:
1. Pemalsuan Dokumen
Pasal 263 KUHP
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat sehingga dapat menimbulkan suatu hak atau perikatan, dipidana penjara hingga 6 tahun.
2. Intimidasi dan Pengancaman
Pasal 335 KUHP
Melakukan perbuatan tidak menyenangkan disertai ancaman atau kekerasan dapat dikenakan pidana penjara hingga 1 tahun.
3. Penggelapan Hak atas Tanah
Pasal 385 KUHP
Menguasai tanah milik orang lain dengan cara melawan hukum dipidana penjara hingga 4 tahun.
4. Penyalahgunaan Wewenang oleh ASN
Pasal 3 UU Tipikor (UU No. 31/1999 juncto UU No. 20/2001)
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukannya, dipidana hingga 20 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp1 miliar.
“Kami tidak akan pernah tunduk pada premanisme yang berkedok waris, terlebih lagi jika didukung oleh aparat yang seharusnya berdiri untuk rakyat. Kami akan menempuh seluruh jalur hukum hingga ke pusat, demi mempertahankan hak kami dan membongkar jaringan mafia tanah di balik kasus ini,” pungkas Jakeus Niko S.
Laporan ini akan terus diperbarui seiring berkembangnya kasus. Tim investigasi Jayantara-News.com akan terus mengawal jalannya proses hukum hingga tuntas. (Tim JN)