Rickie Ferdinansyah Tersangka Penipuan 1,8 Miliar Dituntut JPU Cuma 6 Bulan, Tuai Reaksi Tajam Praktisi Hukum
Jayantara-News.com, Bandung
Rickie Ferdinansyah seorang oknum yang mengaku berprofesi sebagai advokat, dituntut 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Cikarang.
Rickie merupakan tersangka kasus penipuan dengan modus mengaku dirinya sebagai advokat. Dengan cara iru Rickie mengelabui korbannya bernama Luky Hermawan. Akibat ulahnya korban Luky Hermawan mengalami kerugian sebesar Rp 1, 8 rupiah.
Tuntutan tersebut memantik reaksi dari praktisi hukum pidana dan mantan aktivis 98 Fidelis Giawa. Menurutnya tuntutan dinilai ringan, dan menciderai rasa keadilan masyarakat, terutama bagi korban lebih jauh bahkan menjadi preseden buruk dalam dunia peradilan pidana ditanah air.
“Menurut pendapat saya hal pertama harus dilihat dari sisi kerugian yang timbul itu nilainya cukup besar. Jadi dari keadilan jelas tercederai ya terutama korban sekaligus jadi potret buram peradilan ,” ujarnya di Bandung, Kamis ( 10/07/2025).
Fidelis menilai, seharusnya JPU menerapkan tuntutan maksimal berdasarkan Pasal 378 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 tahun.
“Karena terdakwa mengaku-ngaku sebagai advokat padahal bukan. “Perbuatan ini dilakukan berulang kali. Harusnya ini bisa masuk kategori perbuatan berlanjut (concursus realis) dan layak dituntut maksimal atau lebih berat dari tuntutan. Karena Ini bisa jadi yurispridensi negatif terhadap perkara-perkara penipuan,” ujarnya.
Rickie Ferdinasyah bukan seorang advokat dibenarkan berdasarkan surat resmi Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Advokat Indonesia (DPN Peradi), sebagaimana dalam suratnya tanggal 21 Maret 2023 Nomor :112/PERADI/DPN/III/2023 yang menerangkan bahwa saudara Arief Taufik S,H dan Rickie Ferdinansyah bukan merupakan anggota Peradi karena tidak terdaftar dalam buku anggota.
Penipuan oleh Rickie Ferdinansyah terjadi sejak Januari 2022, ketika Rickie menawarkan jasa hukum kepada Luky Hermawan di Cikarang. Korban menyerahkan beberapa surat kuasa untuk menangani berbagai kasus seperti RUPS perusahaan, perceraian, hingga perkara perdata di PN Cikarang dan Cirebon.
Terkait permasalahan ini Fidelis menyarankan upaya konstruktif agar korban mengadu ke Komisi Kejaksaan dengan tujuan ada evaluasi terhadap JPU yang menangani permasalahan tersebut.
“Bisa disarankan korban mengadukan masalah ini ke Komisi Kejaksaan. Tentu dalam kerangka yang positif untuk menciptakan kinera Jaksa yang lebih baik,” tandasnya.
Di sisi lain Fidelis mengatakan pihak-pihak yang terkait dengan persoalan hukum yang digelar secara terbuka di pengadilan jangan anti terhadap pendapat publik. Termasuk ulasan praktisi dan pengamat.
“Namanya sidang terbuka tentu membuka ruang bagi perhatian publik, termasuk pengamat dan praktisi hukum. Selain bagian dari kita berdemokrasi , menyatakan pendapat juga dilindungi Undang-Undang. Dan lebih jauh ini harus dilihat sebagai bagian dari edukasi hukum bagi publik,” pungkasnya. (Red)