Kalkulasi ‘Total Loss’ Dipakai Tanpa Dasar, Pledoi Eks Kadis Kominfo Sumut Bongkar Kelemahan Jaksa!
Jayantara-News.com, Medan
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Sumatera Utara, Ilyas Sitorus, yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan aplikasi senilai Rp1,8 miliar, melalui tim penasihat hukumnya menyampaikan pledoi keras di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (31/7/2025).
Dalam sidang yang terbuka untuk umum di ruang Cakra 9, tim penasihat hukum dari Law Firm Dipol & Partners, yang diketuai Dedy, menyampaikan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak logis dan tidak objektif karena hanya berdasar pada keterangan satu orang saksi ahli IT yang melakukan pemeriksaan terhadap aplikasi pada Juni 2024, saat aplikasi tersebut telah tidak lagi berfungsi.
“JPU mendasarkan kerugian negara hanya pada satu saksi ahli tanpa didukung alat bukti lain. Padahal, saat dilakukan pemeriksaan, aplikasi sudah tidak aktif,” ujar Dedy usai sidang.
Lebih lanjut, tim penasihat hukum mengungkapkan bahwa dalam fakta persidangan terkuak kesaksian penting dari para saksi, termasuk saksi ahli IT Dr. Benny Benyamin Nasution, Dipl. Ing., M.Eng., yang menjelaskan bahwa dirinya hanya diminta memberikan pendapat setelah penyidikan dimulai pada Juni 2024, bukan pada saat aplikasi masih aktif pada 24 September 2021 hingga akhir Desember 2022. Ia juga mengakui tidak mengetahui apakah aplikasi tersebut pernah berfungsi pada periode tersebut.
Sementara itu, saksi auditor kerugian negara, Marta Uli Damanik, S.Pd., CFrA., menggunakan metode total loss dalam menghitung kerugian, dengan mengasumsikan seluruh nilai proyek sebesar Rp1,697 miliar untuk SD dan Rp415,8 juta untuk SMP tidak menghasilkan pekerjaan apa pun. Hal ini, menurut Dedy, menjadi cacat logika, karena perhitungan auditor didasarkan pada keterangan saksi ahli IT yang menyatakan aplikasi tidak berfungsi pada tahun 2024, dua tahun setelah aplikasi digunakan.
“Padahal para kepala sekolah SD dan SMP di Kabupaten Batu Bara menyatakan bahwa aplikasi berfungsi sampai akhir 2022. Maka, perhitungan auditor menjadi tidak valid dan tidak memiliki dasar kuat,” tegas Dedy saat membacakan pledoi.
Dedy juga menyebut bahwa dalam sidang telah dihadirkan 243 kepala SD dan 42 kepala SMP, beserta operator masing-masing sekolah, yang menyatakan aplikasi dapat digunakan sampai akhir tahun 2022. Bahkan saat bimtek operasional aplikasi yang digelar pada 24 September 2021 di Singapore Land Hotel Sei Balai, aplikasi diluncurkan secara resmi dan langsung digunakan.
Lebih jauh, Dedy membagi delapan kelompok saksi yang dihadirkan, mulai dari PPTK, pegawai UKPBJ, staf IT Diskominfo, karyawan penyedia (PT Literasia Edutekno Digital), hingga kepala sekolah. Seluruh saksi, kata dia, tidak menyebut terdakwa sebagai pelaku, menyuruh, maupun turut serta melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam pledoi juga dijelaskan bahwa uang titipan sebesar Rp500 juta yang diserahkan Ilyas Sitorus bukanlah pengakuan atas keterlibatannya, melainkan bentuk tanggung jawab moral semata. Ia tidak menerima aliran dana dari Muslim Syah Margolang, Wakil Direktur CV Rizky Anugrah Karya, selaku pelaksana proyek.
“Pembayaran proyek sepenuhnya diterima Muslim Syah Margolang melalui transfer ke rekening CV Rizky Anugrah Karya. Oleh karena itu, kerugian negara seharusnya dibebankan sepenuhnya kepada Muslim Syah,” terang Dedy.
Mengacu pada Perma No. 5 Tahun 2014 tentang Uang Pengganti dalam Perkara Tipikor, Dedy menyatakan uang pengganti sebesar Rp1,882 miliar harus dibebankan kepada Muslim Syah sebagai pihak yang menerima keuntungan dari proyek.
Dalam akhir pledoinya, Dedy memohon kepada Majelis Hakim agar:
1. Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah;
2. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan;
3. Mengembalikan uang Rp500 juta yang telah dititipkan kepada negara;
4. Memulihkan hak-hak terdakwa atas nama baik, kedudukan, harkat, dan martabatnya;
5. Membebankan biaya perkara kepada negara.
“Kami yakin, Majelis Hakim akan menjatuhkan putusan terbaik tanpa intervensi dan berdasarkan keadilan, kepatutan, serta kepastian hukum,” ujar Dedy menutup pembelaannya.
Sebelumnya, JPU menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (dakwaan subsidair).
JPU menuntut:
1. Pidana penjara 2 tahun;
2. Denda Rp100 juta subsidair 3 bulan kurungan;
3. Uang titipan Rp500 juta sebagai pengganti kerugian negara;
4. Perampasan barang bukti untuk negara;
5. Biaya perkara sebesar Rp10 ribu.
Pengadaan proyek ini dilakukan melalui CV Rizky Anugrah Karya dengan software dari PT Literasia Edutekno Digital untuk 243 SD dan 42 SMP.
“Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,” ujar JPU Rahmad.
Sidang ditunda hingga pekan depan untuk mendengarkan jawaban JPU atas pledoi terdakwa. (Tim)