Kelurahan Cibeunying Cimenyan Kacau Balau: Jabatan Rangkap, Tokoh ‘Abadi’, dan Program Mandek!
Jayantara-News.com – Cimenyan
Kelurahan Cibeunying, yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di antara 9 desa/kelurahan di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, kini menuai sorotan tajam. Bukan karena prestasi, melainkan dugaan carut-marut tata kelola, rangkap jabatan, dan minimnya kegiatan pemberdayaan masyarakat yang memicu tanda tanya besar di kalangan warga.
Dalam pelatihan UMKM yang baru-baru ini digelar di Kelurahan Cibeunying, pembukaan acara dilakukan oleh Iwan, Ketua Puskesos yang disebut-sebut sudah mengundurkan diri dari jabatannya, dan kini menjadi Ketua Koperasi Merah Putih. Namun, di lapangan, Iwan masih kerap tampil mewakili Lurah dalam berbagai kegiatan resmi, bahkan disebut oleh seorang PNS sebagai “orang nomor dua” di kelurahan.
Warga pun mempertanyakan legalitas dan mekanisme pengunduran dirinya. Pasalnya, jika mengacu pada Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan, pengurus lembaga yang sudah tidak aktif atau mengundurkan diri wajib diganti melalui prosedur resmi dan dilaporkan ke dinas terkait. Jika tidak, hal tersebut berpotensi melanggar asas transparansi dan akuntabilitas.
Tak hanya itu, posisi Ketua Karang Taruna kini dijabat oleh Asep, pegawai pelayanan kelurahan. Hal ini menimbulkan dugaan pelanggaran Permensos Nomor 25 Tahun 2019 tentang Karang Taruna, yang menegaskan bahwa pengurus Karang Taruna berasal dari unsur pemuda, bukan ASN atau pegawai kelurahan, demi menjaga independensi dan netralitas organisasi.
Situasi semakin memprihatinkan karena menjelang Hari Kemerdekaan 17 Agustus, Karang Taruna Cibeunying belum menyiapkan program sama sekali. Pertanyaan pun muncul: apakah pemuda dari 27 RW di wilayah ini sudah kehilangan peran?
Kursi Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) juga bermasalah. Meski dikabarkan sudah tidak aktif, posisinya tak kunjung diganti. Padahal, Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 Pasal 18 Ayat (3) menyebutkan, apabila pengurus LPM berhenti atau tidak aktif, maka harus dilakukan pergantian melalui musyawarah.
Rangkap jabatan dan peran yang tidak sesuai aturan ini juga dapat bertentangan dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang melarang pejabat atau penyelenggara pemerintahan melakukan tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi maupun jabatan.
Tidak berhenti di sana, tata kelola yang tidak tertib ini berpotensi melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yang mewajibkan setiap unsur pemerintahan menjalankan tugas sesuai tupoksi dan mematuhi mekanisme pelaporan yang sah.
Hingga kini, masalah di Kelurahan Cibeunying belum menemukan titik solusi. Alih-alih diselesaikan, masalah justru melebar dan memicu keresahan warga. Mereka pun bertanya-tanya:
Ada apa sebenarnya dengan Kelurahan Cibeunying? Apakah kepentingan segelintir orang lebih diutamakan daripada pelayanan publik? (Wan’s)