Skandal Gagal Bayar BDS Kab. Bandung: Uang Rp127 M Tertahan, Keputusan Politik Tidak Transparan!
Jayantara-News.com, Kab. Bandung
Pada Senin (4/8/2025), di sebuah kafe kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur, para istri pengusaha korban kegagalan bayar BUMD PT Bandung Daya Sentosa (BDS) menggelar konferensi pers. Mereka menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto, Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua KPK dengan jeritan hati: kredit jatuh tempo tanpa kejelasan, usaha terancam, karyawan diputus hubungan kerja, bahkan rumah dijadikan jaminan di bank. “Rumah kami terancam disita… anak kami tidak tenang karena biaya sekolah belum dibayar,” ujar seorang perwakilan korban.
Di sisi lain, Direktur CV Indofarm, Yuan Nilasari, mengungkapkan adanya indikasi manipulasi proses pengadaan. Vendor, menurutnya, diminta membeli barang dari pihak tertentu yang telah ditentukan, bahkan sebelum pengiriman diterbitkan, serta mentransfer dana ke perusahaan atas nama orang lain. “Bahkan ketika kami berinisiatif mencari pemasok sendiri, kami malah dimarahi,” kata Yuan.
Sementara itu, PT Triboga Pangan Raya mencatat tagihan kepada BDS mencapai Rp59 miliar. Meski telah disepakati skema cicilan dari Desember 2024 hingga April 2025, lengkap dengan perjanjian notarial yang ditandatangani pejabat tertinggi BDS, hingga kini tidak ada satu cicilan pun yang dibayarkan. “Satu cicilan pun tidak ada yang dibayar. Ini jelas bukan lagi persoalan B2B,” tegas Vita, Direktur PT Triboga.
Laporan Resmi ke Aparat Hukum: Polda dan KPK Turun Tangan
Terpisah, Polda Jawa Barat menyatakan telah memeriksa 12 saksi, dan pada minggu depan akan memanggil pihak PT BDS sebagai terlapor. Kasus ini diproses bukan semata-mata sebagai utang piutang, melainkan juga terkait potensi unsur pidana: penipuan berulang yang dilakukan secara sistematis dan menjadi mata pencarian. Bahkan, beberapa vendor juga melaporkan kasus ini ke KPK terkait indikasi korupsi. “Harus diproses hukum,” tegas Dedet Aprila, CEO CV Indofarm.
Sedangkan dari pihak BDS, kuasa hukum PT BDS Perseroda, Rahmat Setiabudi, SH, menyatakan bahwa seluruh masalah ini adalah utang piutang antarperusahaan bisnis B2B. Menurutnya, BDS memiliki kewajiban sebesar Rp105,4 miliar kepada vendor karena pembayaran senilai Rp127 miliar dari mitra PT Cahaya Frozen Raya tertunda. “Persoalan ini sepenuhnya bisnis pengadaan Ayam Boneless Dada,” jelas Rahmat.
Sementara itu, Komisi B DPRD Kabupaten Bandung mengaku telah menerima banyak pengaduan dari supplier dan karyawan BDS, bahkan gaji mereka belum dibayarkan sejak Januari 2025. Dalam rapat yang berlangsung, DPRD menuntut audit internal dan menyiapkan opsi pemberhentian manajemen jika kondisi tidak membaik, mengingat dampaknya terhadap reputasi pemerintah daerah. Sekretaris Komisi B menegaskan bahwa citra Pemkab Bandung kini berada di titik kritis.
Di lain tempat, Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung mengonfirmasi bahwa mereka telah menyelidiki kasus ini sejak Januari 2025. Kepala Kejari menuturkan, penyidikan harus dilakukan secara hati-hati karena melibatkan banyak pihak dan transaksi, serta terdapat potensi pelanggaran hukum perdata maupun pidana. Sejauh ini, belum ada penetapan tersangka karena penyidik masih menyusun konstruksi hukum yang kuat.
Dengan demikian, kasus gagal bayar PT BDS tidak dapat dipandang sekadar persoalan bisnis murni. Terdapat indikasi manipulasi pengadaan, utang bergulir, dan keterlibatan mitra yang merugikan vendor lokal. Ketua DPRD dan praktisi hukum mendorong pembentukan pansus DPRD, sementara langkah hukum tetap berlanjut di Polda dan Kejari. Jika kejanggalan ini terus dibiarkan, bukan hanya vendor yang akan menderita, tetapi citra BUMD dan kepercayaan publik pun akan hancur. (Goes)