Skandal Tiket Palsu Pangandaran: Reformasi Setengah Hati, Rekrutmen Diduga Sarat Titipan
Jayantara-News.com, Pangandaran
Kasus pemalsuan tiket masuk objek wisata di Kabupaten Pangandaran menjadi sorotan tajam publik. Skandal yang menyeret jajaran petugas di lapangan ini bermula dari temuan adanya tiket palsu dengan nominal manipulatif yang mencuat ke publik. Dugaan pungutan liar (pungli) turut memperkeruh suasana.
Sebagai respons awal, Pemerintah Kabupaten Pangandaran langsung mengambil langkah tegas dengan memberhentikan sementara 110 petugas non-ASN yang bertugas di berbagai pintu masuk kawasan wisata, seperti Pantai Pangandaran, Karapyak, Batukaras, hingga Green Canyon. Pos penarikan tiket kini dijaga oleh aparatur ASN dan PPPK dari lingkungan Pemkab Pangandaran.
Langkah ini dimaksudkan sebagai upaya pembersihan dan perbaikan sistem. Namun ironisnya, dalam proses rekrutmen petugas pengganti, sejumlah nama yang sebelumnya telah diberhentikan justru kembali muncul sebagai petugas baru. Hal ini memicu kecurigaan publik mengenai adanya praktik titipan dan permainan struktural dalam rekrutmen.
Inspektorat Kabupaten bersama aparat kepolisian masih terus melakukan pemeriksaan terhadap para petugas yang sebelumnya diberhentikan, termasuk pejabat internal Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Sementara itu, DPRD Pangandaran mendesak agar Pemkab segera menerapkan sistem digitalisasi ticketing guna mencegah terulangnya kasus serupa.
Sebelumnya diberitakan oleh berbagai media nasional lainnya, modus pemalsuan tiket ini dilakukan dengan mencetak tiket menggunakan printer non-resmi dan aplikasi pengedit barcode. Tiket tersebut memiliki nominal yang tidak sesuai antara yang dicetak dengan yang terbaca saat dipindai, menimbulkan potensi kebocoran PAD hingga puluhan juta rupiah per hari.
Bupati Pangandaran, melalui pernyataannya, menegaskan tidak akan mentolerir segala bentuk kecurangan, dan menyerahkan penanganan sepenuhnya kepada Inspektorat serta aparat penegak hukum.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi tata kelola pariwisata Pangandaran. Alih-alih menjadi momentum bersih-bersih, publik khawatir skandal ini justru akan ditutup dengan rotasi semu. Masyarakat pun mendesak agar transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme benar-benar diterapkan, bukan hanya formalitas di atas kertas. (Red)
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: jayantaraperkasa@gmail.com Terima kasih