Mantan Menteri Dicekal! Gandeng PPATK, KPK Buru Aliran Dana Siluman Skandal Haji
Jayantara-News.com, Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus adanya dugaan penggunaan rekening siluman untuk menampung dan menyembunyikan aliran dana haram dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji.
Tak ingin kecolongan, lembaga antirasuah itu langsung menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna memburu jejak uang panas tersebut.
Gebrakan ini menandai keseriusan KPK dalam penyidikan perkara yang ditaksir merugikan negara lebih dari Rp1 triliun, sekaligus memastikan bahwa proses hukum tidak hanya berhenti pada para pembuat kebijakan, tetapi juga menelusuri siapa saja pihak yang ikut kecipratan.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa penelusuran rekening menjadi langkah standar namun krusial dalam setiap perkara korupsi.
> “Itu hal yang biasa dilakukan penyidik. Jadi, penelusuran pendalaman terhadap para tersangka, calon tersangka, maupun saksi, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan rekening,” ujar Setyo kepada wartawan, Senin (18/8/2025).
Ia menambahkan, kolaborasi dengan PPATK sangat penting untuk memastikan ada atau tidaknya rekening tak wajar yang dipakai dalam praktik lancung ini.
> “Itu pasti dilakukan koordinasi dengan PPATK. Nah, nanti dari PPATK hasilnya terbit, muncul penjelasan dalam dokumen tersebut. Dari sana bisa dipastikan apakah informasi itu benar atau tidak. Masih ada proses,” imbuhnya.
Sebelumnya, KPK telah meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dan resmi mencekal tiga orang kunci bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan.
Mereka adalah Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) selaku mantan Menteri Agama, Ishfah Abidal Aziz (IAA) mantan Staf Khusus Menteri Agama, serta FHM, seorang pihak swasta.
Pencekalan dilakukan agar ketiganya tidak melarikan diri dan selalu siap memberikan keterangan saat dibutuhkan penyidik.
Akar dari skandal ini berawal dari dugaan perampasan hak kuota haji reguler. Dari total 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan Raja Arab Saudi, seharusnya pembagian mengikuti amanat undang-undang, yakni 92 persen untuk haji reguler (18.400 jemaah) dan 8 persen untuk haji khusus (1.600 jemaah).
Namun, Kemenag pada masa itu diduga justru membaginya 50:50, yaitu 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus.
Kebijakan tersebut secara efektif merampas hak ribuan jemaah haji reguler yang sudah puluhan tahun menunggu antrean, lalu “melimpahkannya” kepada travel haji khusus. Dari situlah diduga muncul aliran dana haram yang kini sedang diburu KPK bersama PPATK. (Restu)