DPRD Majalengka Siap Gelar Pemanggilan Besar, Bongkar Dugaan Pengondisian Proyek
Jayantara-News.com, Majalengka
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Majalengka, Iing Misbahudin, menegaskan bahwa pengawasan terhadap proyek-proyek tahun anggaran 2025 harus diperketat. Hal itu disampaikan saat ditemui awak media pada Rabu (10/09/2025).
Menurut Iing, aspirasi masyarakat yang mengeluhkan adanya indikasi penyimpangan dalam paket pekerjaan sejalan dengan komitmen lembaganya. “Proses pengawasan harus ditingkatkan agar sesuai harapan masyarakat. Tidak boleh ada ruang bagi pelaku kejahatan terstruktur,” ujarnya tegas.
Ia menambahkan, temuan masyarakat tidak boleh berhenti di meja rapat DPRD, melainkan harus ditindaklanjuti bersama aparat penegak hukum agar para pelaku dapat diproses secara hukum.
“Jika ada oknum kontraktor yang terlibat dan secara teknis tidak memenuhi standar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, maka wajib diluruskan. Perusahaan yang tidak memenuhi standar tidak boleh diberikan pekerjaan karena berpotensi merugikan keuangan negara,” tegas Iing.
Politisi itu juga berjanji akan menindaklanjuti berbagai laporan masyarakat dengan memberikan sanksi sesuai kewenangan Komisi III DPRD Majalengka.
Sementara itu, aktivis anti korupsi Majalengka, Saeful Yunus, SE., MM, menyoroti dugaan permainan dalam proses pengadaan proyek. Ia mempertanyakan alasan satu CV dapat menggarap tujuh proyek sekaligus, sementara banyak perusahaan lain tidak memperoleh kesempatan yang setara.
“Padahal banyak perusahaan lain yang punya kapasitas sama. Secara aturan, mekanisme pengadaan disebut mematuhi regulasi, tapi praktiknya di lapangan sangat patut dipertanyakan. Ada dugaan kuat semua hanyalah permainan,” ungkap Saeful.
Menurutnya, lemahnya pengawasan dari Bupati maupun Kepala Dinas terkait membuka celah terjadinya praktik tidak sehat tersebut. Lebih parah lagi, keterbukaan informasi publik menjadi terhambat ketika media yang mencoba melakukan konfirmasi justru dihadapkan dengan ancaman dan intimidasi oleh pihak pelaksana proyek.
Saeful juga menyinggung perbedaan e-katalog versi 6 dengan versi 5. Menurutnya, versi terbaru menghadirkan sistem pembayaran terintegrasi, fitur “mini kompetisi” antar penyedia, serta pelacakan progres yang lebih detail.
“Sayangnya, di lapangan praktik pengadaan masih jauh dari kata transparan. Fitur ‘mini kompetisi’ seharusnya menciptakan persaingan sehat, tapi faktanya masih ada dugaan pengondisian,” ujarnya.
Lebih jauh, Saeful mengecam pernyataan seorang oknum Inspektorat yang dinilainya tidak etis karena menyeret urusan pribadi ke ranah proyek APBD.
“Oknum Inspektorat seharusnya menyelidiki dan mengawasi, bukan justru membela oknum pengusaha. Kalau sampai melontarkan pernyataan tidak profesional, itu jelas ada dugaan kepentingan lain. Pernyataannya seperti orang mabuk dan tidak nyambung,” tegasnya.
Sebagai informasi, pengadaan barang/jasa pemerintah diatur dalam:
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, beserta perubahannya dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2021.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menegaskan setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dapat dipidana.
UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 1 ayat (11) dan (12), yang memberikan ruang hak jawab dan koreksi bagi pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers. (Jupri)
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: jayantaraperkasa@gmail.com. Terima kasih.