Sekda Bandung Barat Jadi Sorotan, Rotasi Mutasi Dinilai Bermasalah
Jayantara-News.com, Bandung Barat
Rotasi dan mutasi 14 pejabat eselon II yang dilakukan Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, memicu kritik keras. Kebijakan yang diklaim sebagai hasil evaluasi kinerja, uji kompetensi, serta tindak lanjut putusan PTUN Bandung tersebut justru dinilai sarat permainan politik dan menabrak prinsip merit system sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ketua Umum DPP LSM BRANTAS (Barisan Rakyat Antikorupsi Tatar Sunda), Wanwan Mulyawan, didampingi Agus Satria, menegaskan bahwa rotasi kali ini cacat tata kelola. Menurutnya, pola karier pejabat menjadi tidak jelas karena sejumlah jabatan yang seharusnya diisi pejabat senior justru dibiarkan kosong, sementara pejabat berprestasi malah dipindahkan.
“Rotasi mutasi ini melanggar merit system. Pejabat berprestasi malah digeser. Ada jabatan hasil open bidding, tetapi tidak dipakai dan diisi oleh orang lain. Ini menimbulkan kecurigaan kuat bahwa ada pihak tertentu yang memengaruhi bupati,” ujar Wanwan dalam keterangan pers, Kamis (11/9/2025).
Wanwan dan Agus Satria juga menyoroti peran Sekretaris Daerah yang dinilai sebagai akar masalah dari kebijakan tersebut. “Rotasi-mutasi ini menciptakan pola karier yang tidak jelas. Ini bukti kegagalan dalam menjalankan reformasi birokrasi. Kalau dibiarkan, potensi mosi tidak percaya dari pejabat maupun staf sangat besar,” ungkapnya.
Lebih jauh, Wanwan menyoroti penempatan pejabat yang dinilai tidak sesuai kompetensi. “Aspek kompetensi tidak jelas. Lebih parah lagi, pejabat dengan persoalan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) dari temuan BPK tetap diposisikan pada jabatan strategis. Lalu, bagaimana penyelesaian urusan TGR ini?” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan indikator evaluasi kinerja yang dijadikan dasar rotasi. Menurutnya, kompetensi memang bisa saja relatif sama, tetapi ada kompetensi khusus yang harus dipertimbangkan, seperti rekam jejak kerja (track record) dan latar belakang pendidikan yang relevan dengan organisasi perangkat daerah (OPD) yang dipimpinnya.
“Dari sisi struktur organisasi OPD, tiap OPD memiliki tipe berbeda, ada tipe A, B, dan C. Artinya, beban kerja dan tanggung jawab berbeda. Jangan sampai terjadi loncatan yang tidak proporsional. Misalnya, pejabat dari OPD tipe A dipindahkan ke OPD tipe C, atau sebaliknya, tanpa mempertimbangkan beban dan kapasitas,” jelasnya.
Menurut Wanwan, masalah ini harus segera dibenahi dengan menyusun jenjang karier berbasis pola multitrack. “Artinya, setiap jabatan memiliki persyaratan tertentu yang wajib dipenuhi. Dengan begitu, jenjang karier pejabat akan jelas, transparan, dan terukur,” tambahnya.
Atas kondisi ini, Wanwan mendesak DPRD Kabupaten Bandung Barat segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengkaji ulang kebijakan rotasi-mutasi tersebut. “Semua pejabat yang dilantik harus dipanggil. DPRD jangan diam. Publik berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi,” tegasnya.
Selain itu, ia menekankan perlunya evaluasi total, terutama pada posisi Sekretaris Daerah. “Sekda harus jadi prioritas evaluasi. Kalau dibiarkan, reformasi birokrasi di Bandung Barat hanya akan jadi jargon tanpa arah,” pungkasnya.
Kritik keras ini sekaligus menempatkan DPRD Kabupaten Bandung Barat pada ujian serius. “Apakah mereka berani mengusut dugaan permainan dalam rotasi pejabat, atau justru membiarkan birokrasi Bandung Barat terus dikuasai kepentingan tertentu?” tandasnya.
Dan dalam waktu dekat, Agus Satria berencana menggelar aksi di kantor Pemkab Bandung Barat. (Goes)
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: jayantaraperkasa@gmail.com. Terima kasih.