Terbukti Mengkriminalisasi Wartawan, PPWI Desak Kapolri Copot Kapolres Blora!
Jayantara-News.com, Jakarta
Salah satu anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Blora, Siyanti, yang menjadi korban dugaan kriminalisasi wartawan oleh Polres Blora, menyampaikan kepada Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, bahwa dirinya telah dilepas oleh Polres Blora menjelang pelimpahan berkas dan tersangka ke Kejaksaan Negeri Blora.
Proses restorative justice yang dilaksanakan Polres Blora justru dilakukan setelah berkas dinyatakan lengkap alias P-21 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap sikap dan dugaan perilaku sewenang-wenang aparat penegak hukum di Polres Blora.
Menanggapi laporan anggotanya itu, Wilson Lalengke menegaskan bahwa peristiwa di Blora mencerminkan wajah buruk Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
“Kita tidak lagi bicara satu-dua oknum polisi, tapi ibarat sebuah bangunan: dari bumbungan atap, plafon, dinding, tiang penyangga, hingga lantainya sudah keropos semua. Benar, masih ada personel polisi yang baik dan bekerja dengan benar sesuai aturan hukum, memiliki idealisme dan moralitas, tetapi jumlah mereka sangat sedikit dan umumnya disingkirkan dari jabatan strategis,” ungkap tokoh pers nasional yang juga pernah dikriminalisasi oleh Polres Lampung Timur beberapa tahun silam, Minggu (14/9/2025).
Terkait kasus penangkapan tiga wartawan Blora pada Mei 2025 lalu, Wilson menilai Polres Blora sejatinya sudah menyadari kesalahan fatal mereka sejak awal. Prosedur penangkapan disebut tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Peraturan Kapolri yang berlaku.
“Sebenarnya, Polres Blora sudah mengerti sejak awal bahwa mereka melakukan kesalahan fatal. Buktinya, dalam jawaban mereka terhadap permohonan praperadilan (prapid) korban kriminalisasi melalui PPWI pasca penangkapan, Polres Blora tidak menyentuh masalah substantif terkait prosedur hukum. Mereka hanya beralasan bahwa prapid salah tempat dan seharusnya dilakukan di PN Blora, bukan di PN Jakarta Selatan. Padahal, PPWI mengajukan prapid di PN Jakarta Selatan karena Tergugat I adalah Kapolri, sehingga sah secara hukum,” terang Wilson.
Sayangnya, hakim tunggal yang menyidangkan praperadilan PPWI justru menolak permohonan tersebut hanya dengan alasan kompetensi relatif. Menurut Wilson, hal ini memperlihatkan adanya rasa takut hakim untuk berseberangan dengan Kapolri.
“Hakim tunggal menolak prapid hanya karena alasan kompetensi relatif, padahal sudah jelas terjadi kesewenang-wenangan aparat kepolisian di Blora. Kesalahan itu juga menjadi tanggung jawab Kapolri sebagai Tergugat I,” tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.
Wilson menambahkan, penegakan hukum di Indonesia sulit berjalan sesuai koridor hukum karena adanya hubungan simbiosis mutualisme antara Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan.
Atas kasus kriminalisasi wartawan tersebut, Wilson mendesak pimpinan Polri segera mencopot Kapolres Blora, AKBP Wawan Andi Susanto.
“Rakyat dibebani biaya tinggi untuk membangun negara yang seharusnya melindungi warga dari kesewenang-wenangan. Namun, aparat justru melanggar hukum dan menggunakan kewenangannya seenaknya. Kapolres Blora itu harus segera dicopot!” tegas lulusan pascasarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht (Belanda) dan Universitas Linkoping (Swedia) ini.
Ketika ditanya soal perubahan sikap Polres Blora yang tiba-tiba menghentikan proses hukum melalui restorative justice, Wilson menduga ada keterkaitan dengan kekecewaan Polres terhadap seorang oknum TNI bernama Rico, yang disebut terlibat mafia BBM ilegal.
“Polres dengan mudah membalikkan delik penyuapan menjadi pemerasan untuk menjerat wartawan, sementara oknum TNI itu diposisikan sebagai korban. Namun sangat mungkin Rico ingkar janji karena dia juga diproses di institusi TNI. Akhirnya, daripada babak-belur di pengadilan, Polres memilih menutup kasus dengan restorative justice yang penuh rekayasa itu,” pungkas Wilson. (Tim/Red)
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: jayantaraperkasa@gmail.com. Terima kasih.