Heboh Tuntutan Pembubaran DPR, Bukan Tanpa Alasan
Jayantara-News.com, Bandung
Gelombang suara publik yang menuntut pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kian bergema di ruang-ruang diskusi masyarakat. Isu ini bukanlah lahir dari ruang hampa, melainkan dari akumulasi kekecewaan rakyat terhadap lembaga legislatif yang seharusnya menjadi wakil sekaligus pengawal kepentingan rakyat, namun kerap kali justru berseberangan dengan aspirasi yang diperjuangkan.
Kegeraman publik mencuat karena DPR dianggap gagal menjalankan fungsi utamanya: legislasi, pengawasan, dan anggaran. Alih-alih melahirkan regulasi yang berpihak pada kepentingan rakyat banyak, DPR justru lebih sering disorot karena meloloskan undang-undang kontroversial yang dituding lebih menguntungkan segelintir elite maupun korporasi. Fenomena ini menegaskan adanya jurang lebar antara kepentingan rakyat dengan arah kebijakan para wakilnya.
Tidak berhenti di situ, catatan kinerja DPR juga tercoreng oleh maraknya kasus etik dan dugaan korupsi yang menyeret sejumlah anggotanya. Alih-alih menjadi contoh moral, lembaga yang menyandang predikat “terhormat” ini justru berulang kali menjadi sorotan media karena perilaku sebagian anggotanya yang jauh dari nilai integritas. Bagi rakyat, kondisi ini semakin menegaskan bahwa DPR kian kehilangan legitimasi moral di mata publik.
Ironisnya, di tengah banyak persoalan bangsa, mulai dari pengangguran, krisis lingkungan, hingga ketidakpastian ekonomi, DPR sering kali lebih sibuk dengan dinamika politik internal, saling sikut antar fraksi, dan agenda yang jauh dari prioritas rakyat. Aspirasi masyarakat kerap kali terhenti di ruang-ruang aspirasi tanpa tindak lanjut nyata, seolah DPR hanya menjadi menara gading yang sulit disentuh rakyat yang diwakilinya.
Tak mengherankan jika tuntutan pembubaran DPR kini menjadi sorakan lantang di tengah masyarakat. Bagi publik, keberadaan DPR justru lebih banyak menambah luka demokrasi ketimbang memperjuangkan cita-cita rakyat. Narasi pembubaran ini adalah simbol dari keputusasaan masyarakat yang merasa sudah terlalu lama dikhianati, dan sekaligus peringatan keras bahwa kesabaran rakyat ada batasnya. (Red)