Skandal Tiket Palsu: LAKRI Tagih Ketegasan Bupati dan Transparansi Polres Pangandaran
Jayantara-News.com, Pangandaran
Kasus dugaan tiket wisata “Aspal” (Asli tapi Palsu) di Pangandaran kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, hingga kini belum ada kepastian hukum terkait dugaan keterlibatan oknum tertentu yang disebut-sebut sebagai otak di balik peredaran tiket ilegal tersebut.
Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) Pangandaran mendesak Bupati Pangandaran untuk bersikap tegas dan mendorong Polres Pangandaran segera mengungkap kasus ini hingga tuntas.
Ketua LAKRI Pangandaran, Apudin, menegaskan kepada awak media di rumah Ketua AWP Padaherang, bahwa kasus tiket palsu ini bukanlah isu baru. Menurutnya, pemberitaan mengenai dugaan tiket palsu sudah merebak di berbagai media massa maupun media sosial, namun hingga kini publik tidak memperoleh kejelasan mengenai hasil pengembangan kasus tersebut.
> “Seolah-olah permasalahan ini dianggap angin lalu oleh Pemda setempat. Padahal kerugian akibat tiket palsu jelas berdampak pada turunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pangandaran. Pertanyaannya, ada apa sebenarnya? Apakah ini hanya sandiwara atau kamuflase? Semua masih abu-abu dan tidak ada kejelasan,” tegas Apudin, Kamis (18/9/2025).
Apudin menilai, selain merugikan keuangan daerah, skandal tiket palsu juga mencoreng reputasi dan nama baik Pangandaran sebagai destinasi wisata unggulan. Karena itu, menurutnya, Bupati harus segera mendorong Polres Pangandaran menuntaskan kasus ini dan memastikan otak pelaku di balik peredaran tiket palsu diproses hukum.
“Kalau memang tidak ditemukan unsur pidana, seharusnya disampaikan secara terbuka kepada publik. Faktanya, sudah ada beberapa orang yang dipanggil untuk dimintai keterangan oleh Polres Pangandaran, tapi kelanjutannya tidak jelas,” sambungnya.
Apudin juga menduga praktik tiket palsu ini bukan baru terjadi, melainkan sudah berlangsung lama. Hal ini diperkuat dengan adanya potensi kerugian PAD yang bisa mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah, jika dihitung dari penjualan tiket setiap hari di sejumlah pintu masuk wisata Pangandaran.
“Coba bayangkan, dalam satu hari berapa lembar tiket yang beredar, dan ke mana hasil penjualannya disetorkan? Dari tahun berapa praktik ini berjalan? Jangan-jangan miliaran rupiah sudah lolos dari PAD. Apakah itu uang sedikit?” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan kerugian PAD bisa berdampak domino, mulai dari defisit anggaran hingga berimbas pada terhambatnya tunjangan kesejahteraan pegawai di lingkungan Pemkab Pangandaran.
Terkait aspek hukum, Apudin mengingatkan bahwa pemalsuan tiket masuk objek wisata dapat dijerat dengan pasal-pasal pidana.
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun.
Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dengan ancaman pidana penjara hingga 4 tahun.
Jika terbukti merugikan keuangan negara/daerah, maka dapat dikaitkan dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang ancamannya bisa mencapai pidana penjara seumur hidup.
“Kalau memang sudah terbukti ada korupsi, jangan pandang bulu. Siapapun pelakunya harus dikandangkan. Ini demi menjaga marwah Pangandaran agar tidak terus tercoreng,” pungkas Apudin.
Ia pun mengingatkan, bahwa masalah ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Bupati, melainkan juga DPRD, tokoh presidium, serta seluruh elemen masyarakat yang peduli pada kemajuan Pangandaran untuk ikut mendorong penuntasan kasus tiket aspal hingga tuntas, agar ada efek jera bagi pelakunya. (Nung)