Sebelum Terlambat, Lakukan Revisi UU POLRI: Atau Negara Akan Chaos
Jayantara-News.com, Jabar
“Keberadaan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) merupakan fondasi penting dalam mengatur peran, fungsi, dan wewenang kepolisian di Indonesia. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, dinamika sosial, dan tantangan yang dihadapi negara, revisi terhadap UU Polri menjadi kebutuhan mendesak.” Demikian disampaikan Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jabar, Agus Chepy Kurniadi, dalam bincangan ‘Kopi Bareng’ bersama rekan-rekan se-profesinya.
Agus katakan, UU Polri yang ada saat ini dinilai belum sepenuhnya mampu menjawab berbagai tantangan kontemporer. Misalnya, isu penegakan hukum yang kerapkali dianggap diskriminatif, penyalahgunaan kewenangan oleh oknum kepolisian, serta ketidaksesuaian dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Jika hal ini terus dibiarkan tanpa revisi dan penyesuaian, potensi chaos sosial semakin nyata.
Menurutnya, mengapa UU Polri perlu direvisi?
1. Guna Meningkatkan Akuntabilitas:
“Banyak laporan masyarakat tentang oknum polisi yang menyalahgunakan kewenangan mereka, mulai dari tindakan represif hingga kasus korupsi. Revisi UU Polri dapat menegaskan mekanisme pengawasan yang lebih kuat, baik secara internal melalui Propam maupun eksternal melalui lembaga independen,” ujarnya.
2. Menjawab Tantangan Era Digital:
Dunia digital menghadirkan tantangan baru, seperti kejahatan siber, disinformasi, dan privasi data. ‘UU Polri perlu memperkuat landasan hukum bagi kepolisian dalam menangani kasus-kasus tersebut tanpa melanggar hak asasi manusia.”
3. Memperbaiki Hubungan dengan Masyarakat:
“Polri seringkali mendapat kritik atas pendekatan yang cenderung represif, terutama dalam penanganan demonstrasi. Revisi UU dapat memasukkan standar operasional prosedur (SOP) yang lebih humanis dan berbasis dialog untuk memulihkan kepercayaan publik,” urainya.
4. Menguatkan Fungsi Penegakan Hukum yang Netral:
“Kepolisian kerap dituding tidak netral, terutama menjelang momen politik seperti Pemilu atau Pilkada. Regulasi baru harus memastikan, bahwa Polri tidak terlibat dalam politik praktis dan menjaga posisinya sebagai institusi negara yang melayani seluruh rakyat,” katanya.

Agus juga menyampaikan, bahwa jika revisi UU Polri tidak segera dilakukan, sejumlah konsekuensi serius dapat terjadi, di antaranya:
– Menurunnya Kepercayaan Publik
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat hukum dapat memicu konflik horizontal.
– Meningkatnya Ketegangan Sosial
Ketidakseimbangan dalam penegakan hukum dapat memunculkan resistensi dari kelompok masyarakat tertentu.
– Potensi Chaos
Lemahnya pengawasan dan akuntabilitas Polri bisa memicu instabilitas sosial yang berujung pada kekacauan di berbagai sektor.
Pemerintah dan DPR harus segera membentuk tim kajian untuk merevisi UU Polri. Pelibatan berbagai elemen masyarakat, seperti akademisi, aktivis, dan organisasi masyarakat sipil, sangat penting agar revisi tersebut mencerminkan kebutuhan rakyat.
“Dengan revisi yang komprehensif dan partisipatif, Polri diharapkan dapat menjalankan perannya dengan lebih profesional, akuntabel, dan humanis. Hanya dengan cara ini, kepercayaan publik dapat dipulihkan, dan potensi chaos yang membayangi dapat dicegah,” pungkas Agus Chepy Kurniadi. (Red)