Mafia Berseragam Beraksi: Usai Diduga Jual BB Narkoba Berjamaah, Subdit 1 Ditresnarkoba Polda Lampung Dibubarkan
Jayantara-News.com, Lampung
Kepercayaan publik terhadap kepolisian kembali hancur setelah terungkapnya dugaan skandal perdagangan narkoba yang melibatkan anggota Subdit 1 Ditresnarkoba Polda Lampung. Alih-alih menjadi garda terdepan dalam pemberantasan narkoba, mereka justru diduga memperjualbelikan barang bukti (BB) narkotika yang seharusnya dimusnahkan.
Lebih mengejutkan lagi, Subdit 1 Ditresnarkoba Polda Lampung tiba-tiba dibubarkan, memunculkan dugaan bahwa langkah ini bukanlah penegakan hukum yang transparan, melainkan strategi untuk menutup-nutupi kasus ini.
Jual BB Berjamaah: Kejahatan Terorganisir di Tubuh Polisi?
Bocoran dari sumber internal mengungkap bahwa praktik jual beli BB narkoba ini bukan sekedar ulah oknum individu, melainkan sebuah jaringan terstruktur. Modus operandi mereka begitu rapi sehingga praktik kotor ini telah berlangsung lama tanpa terendus publik.
Namun, setelah isu ini bocor ke masyarakat, tekanan terhadap Polda Lampung meningkat. Sayangnya, banyak anggota yang mengetahui kejahatan ini lebih memilih diam, karena khawatir akan berujung pada Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) jika kasus ini mencuat ke media.
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, yang menerima laporan skandal ini pada Rabu, 19 Februari 2025, menilai bahwa kasus ini mencerminkan kerusakan sistemik dalam pengawasan internal kepolisian.
“Bagaimana masyarakat bisa percaya dengan polisi jika mereka sendiri bertindak seperti mafia? Jika tidak ada tindakan tegas, maka kepercayaan publik akan semakin runtuh,” tegas Wilson Lalengke, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012.
Pasal-Pasal yang Berpotensi Dilanggar
Jika benar terbukti, para anggota polisi yang terlibat dalam skandal ini bisa dijerat dengan berbagai pasal berat, antara lain:
1. Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Setiap orang yang melakukan persekongkolan jahat untuk mengedarkan narkotika golongan I dapat dipidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun.
2. Pasal 374 KUHP (Penggelapan dalam Jabatan)
Polisi yang menyalahgunakan barang bukti narkotika untuk keuntungan pribadi bisa dijerat dengan pidana maksimal 5 tahun.
3. Pasal 421 KUHP (Penyalahgunaan Wewenang oleh Aparat Penegak Hukum)
Hukuman maksimal empat tahun penjara bagi aparat yang menyalahgunakan jabatan untuk melakukan tindakan melawan hukum.
Desakan untuk Kapolri dan Presiden
Kasus ini telah mencoreng citra kepolisian di tingkat nasional, sehingga muncul tuntutan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun tangan melakukan penyelidikan yang transparan, bukan sekedar pemindahan atau pembubaran subdit untuk meredam kasus.
Lebih jauh, Presiden Prabowo Subianto juga didesak untuk memastikan bahwa skandal ini tidak berhenti di tengah jalan, dan semua pelaku, baik di tingkat bawah maupun atasan, dihukum seberat-beratnya.
“Negara ini tidak akan aman jika aparatnya sendiri terlibat dalam kejahatan. Presiden harus memastikan tidak ada impunitas bagi polisi yang justru menjadi bandar narkoba!” tandas Wilson Lalengke.
Skandal yang Bisa Mengguncang Institusi Polri
Kasus ini bukan sekedar pelanggaran hukum biasa. Ini adalah pengkhianatan terhadap tugas dan tanggung jawab polisi sebagai pelindung masyarakat. Jika benar polisi bertransformasi menjadi mafia narkoba, ke mana lagi rakyat harus mencari keadilan?
Kini, publik menunggu jawaban dari Polda Lampung. Apakah mereka akan bersikap transparan dalam mengusut kasus ini, atau justru berusaha menguburnya dalam-dalam? Yang jelas, skandal ini menambah daftar panjang penghancuran kepercayaan masyarakat terhadap Polri. (Tim/Red)