Gubernur Jabar Wajib Bertindak!: Ratusan Miliar Dana Hibah Jadi Ajang Korupsi Pejabat dan Mafia Proposal
Jayantara-News.com, Ciamis
Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat pada tahun 2024 mengapresiasi pembangunan sarana dan prasarana di bidang pendidikan, keagamaan, yayasan, lembaga, dan organisasi masyarakat di wilayah Jawa Barat. Dana bantuan berupa uang yang dikemas oleh Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat disebut sebagai dana hibah khusus untuk bidang keagamaan, yayasan, dan lembaga. Regulasi terkait hibah ini diterbitkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) No. 1 Tahun 2024, tanggal 8 Januari 2024.
Namun, lemahnya pengawasan serta minimnya monitoring dan evaluasi terhadap penggunaan dan peruntukannya menimbulkan dugaan penyelewengan alokasi dana hibah. Bahkan, diduga ada yayasan atau lembaga yang mengajukan proposal secara fiktif untuk mendapatkan dana tersebut.
Laporan pertanggungjawaban yang seolah-olah didahulukan menjadi bukti bahwa pengawasan Biro Kesra Setda Jawa Barat sangat lemah. Dugaan pengabaian terhadap mekanisme pengawasan melekat serta asal-asalan dalam penganggaran semakin memperkuat indikasi adanya penyalahgunaan dana.

Situasi ini perlu segera dievaluasi secara menyeluruh oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Hingga kini, Biro Kesra dan jajarannya seolah tutup mata terhadap dugaan adanya yayasan atau lembaga fiktif, alamat yayasan yang tidak sesuai, serta praktik pemotongan dana bantuan oleh oknum broker hingga 35%.
Kasus Yayasan Fiktif dan Mafia Proposal
Menurut pengamat dari Indakon Kabupaten Ciamis, Asep Nurdin, lemahnya pengawasan dan monitoring dari Biro Kesra membuat program ini carut-marut. “Mau berjalan sesuai aturan bagaimana, wong pengawasan dan monitoring dari Biro Kesra lemah dan carut-marut,” tegasnya.
Hasil investigasi tim media menemukan kasus salah satu yayasan di wilayah Tasikmalaya, yakni Yayasan Dompet Ukhuwah Tasikmalaya. Dalam data Pergub Jabar, yayasan ini terdaftar di Babakan Jati RT 01 RW 08, Mangkubumi, Kota Tasikmalaya dengan dana hibah sebesar Rp3.000.000.000. Namun, setelah ditelusuri, alamat tersebut ternyata merupakan rumah pribadi milik seseorang bernama Agus, bukan kantor yayasan.
Ketua RT dan RW setempat mengonfirmasi bahwa alamat tersebut adalah rumah Agus. Sementara lokasi yayasan yang disebut berada di Kawalu justru tidak diketahui oleh pihak RT dan RW setempat. Saat dikonfirmasi, Agus mengakui telah menerima dana hibah. Namun, ketika ditanya mengenai keberadaan yayasannya, ia langsung memblokir nomor WhatsApp tim media.
Lebih parahnya, dana hibah yang diterima yayasan tersebut justru digunakan untuk membangun IGRA dan RA At-Taufik. Bahkan, perempuan yang tercatat sebagai ketua yayasan juga memilih diam dan menghindari konfirmasi dari tim media.
Di wilayah Kabupaten Ciamis, Banjar, dan Pangandaran, penggunaan dana hibah dinilai carut-marut. Banyak kalangan menganggap dana tersebut hanya dijadikan objek proyek ongkos (PO). Keberadaan broker proposal serta potongan uang yang dibebankan kepada penerima bantuan semakin menegaskan buruknya pengawasan pemerintah.
Beberapa broker proposal asal Baregbeg, Ciamis, dengan inisial An, Sbhn, dan Yn, diduga kuat sebagai pelaku utama dalam pembuatan proposal, penyusunan laporan pertanggungjawaban (LPJ), serta menekan penerima bantuan untuk memberikan cashback. Hingga berita ini diturunkan, para broker tersebut tidak dapat dihubungi alias melarikan diri dari kenyataan.
Desakan Evaluasi dan Tindakan Tegas
Salah satu tim advokasi dari LBH Forwapi Ciamis, Diding Gempur, SH, menyayangkan carut-marut penyaluran dana hibah ini. Ia menduga bahwa Biro Kesra Setda Jawa Barat tutup mata terhadap pelanggaran yang terjadi. Oleh karena itu, ia mendesak Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat untuk menindak tegas para broker proposal serta yayasan dan lembaga yang nakal.
Sikap serupa juga ditegaskan oleh Aan dari GP Ansor Kota Banjar. Ia meminta agar Setda Provinsi Jawa Barat tidak tebang pilih dalam penyaluran dana hibah bidang Kesra. “Jangan sampai ada azas manfaat yang dimainkan oleh broker proposal. Korbannya ya yayasan dan lembaga keagamaan,” ujarnya.
Aan juga berharap Dedi Mulyadi bertindak tegas, efektif, dan efisien dalam melakukan pemantauan menyeluruh di bidang Kesra. “Masa dinas atau bidang lain banyak efisiensi, tapi Kesra malah berulah dan tutup mata,” katanya dengan nada geram.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Biro Kesra Setda Provinsi Jawa Barat belum memberikan klarifikasi resmi kepada tim media.
Dasar Hukum yang Terkait:
1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah – Mengatur kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola dana hibah.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 77 Tahun 2020 – Mengatur pengelolaan keuangan daerah, termasuk mekanisme dana hibah.
3. Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 1 Tahun 2024 – Menjadi dasar hukum penyaluran dana hibah di Jawa Barat tahun 2024.
4. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi – Menjadi acuan hukum dalam menindak dugaan penyimpangan dana hibah.
Kasus ini harus segera diusut tuntas agar dana hibah benar-benar digunakan sesuai peruntukannya, bukan menjadi lahan bancakan para mafia proposal dan pejabat yang tidak bertanggung jawab! (Asmal/Tim Jabar)