Ketahanan Pangan Terancam: Mafia Tanah Usik Hak Rakyat di Bandung Timur
Text content
Jayantara-News.com, Bandung Timur
Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jawa Barat, Agus Chepy Kurniadi, mendampingi Lilis dalam memaparkan tantangan besar yang dihadapi program ketahanan pangan di wilayah Bandung Timur. Program ini mencakup pembagian tanah kepada masyarakat, pengelolaan lahan pertanian, serta pengembangan demplot pembibitan di area seluas 30 hektar, untuk ditanam diluasan lahan 2.000 hektar. Saat ini, sebanyak 500 hektar telah dialokasikan untuk program ketahanan pangan, sementara 30 hektar lainnya digunakan sebagai demplot untuk penanaman.
Baca berita terkait: Oknum Pertanahan Terjerat Kasus Pemalsuan Dokumen, Tanah H. Sukarya Cibiru Hilir Dijadikan Sumber Penipuan
Namun, inisiatif ini menghadapi gangguan serius. Sejumlah lahan tiba-tiba dipasangi plang, yang menurut masyarakat dilakukan oleh kelompok mafia tanah. Mereka tidak hanya mengklaim lahan, tetapi juga sering mengusir petani penggarap serta melakukan intimidasi fisik.
Lilis menjelaskan bahwa lahan tersebut memiliki status hukum yang jelas. Lahan itu merupakan eigendom atas nama almarhum M. Arsyad, seorang saudagar kaya dari Palembang yang dikenal sebagai tokoh penting. Hak pengelolaan lahan telah diberikan oleh ahli waris kepada masyarakat untuk mendukung kesejahteraan rakyat.
“Kami menjaga amanah leluhur untuk memastikan tanah ini dimanfaatkan untuk rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir orang,” ujar Lilis.
Sejarah Lahan dan Perjuangan M. Arsyad
M. Arsyad merupakan putra dari Syech Ahmad bin Muhammad, seorang ulama Kesultanan Sriwijaya yang bertugas menyebarkan Islam di wilayah Priangan Timur. Selain mendirikan 11 pabrik minyak sereh pada awal 1900-an, ia juga mewakafkan tanah untuk pembangunan masjid, sekolah, pesantren, pasar, dan infrastruktur lainnya di Cicalengka.
M. Arsyad wafat pada tahun 1939 akibat serangan jantung. Warisannya tetap menjadi bagian penting dari pembangunan sosial di kawasan Bandung Timur, Sumedang Selatan, dan sebagian Garut. Sayangnya, aset keluarga besar ini menjadi korban perampasan dan fitnah pada masa tragedi 1965.
Intimidasi dan Ancaman
Gangguan dari mafia tanah telah merugikan petani secara langsung. “Tanaman sering dicabut paksa, lahan dirusak, dan bibit dihancurkan. Menurut masyarakat, pertanian sering diganggu oleh sindikat yang memiliki jaringan hingga ke kawasan hutan. Mereka bahkan menyewakan tanah secara ilegal dan merasa terancam oleh program perhutanan sosial (Perhutsos),” ungkap Lilis.
Meski begitu, insiden pembakaran lahan terjadi di wilayah lain dan tidak secara langsung terkait dengan area ketahanan pangan ini.
Lilis menegaskan perlunya dukungan dari masyarakat dan pemerintah untuk melawan praktik mafia tanah. Ia juga menyerukan perlindungan hukum dan keamanan bagi petani yang bekerja keras menjalankan program ketahanan pangan.
“Mafia tanah harus dihentikan. Ribuan hektar tanah yang dikuasai segelintir orang harus dimanfaatkan untuk ribuan keluarga yang lebih membutuhkan,” pungkasnya.
Baca juga : Imbas Manipulasi Data di Birokrasi Kab. Bandung, Hak Ahli Waris H. Sukarya Terancam
Lilis berharap masyarakat lebih memahami isu ini melalui dokumentasi dan kasus-kasus serupa seperti Curug Cinulang dan Dreamland. Dengan dukungan semua pihak, program ketahanan pangan ini diharapkan dapat memberikan manfaat luas bagi kesejahteraan masyarakat di Bandung Timur. (Red)