Kisah Tragis Polwan Rusmini: Korban Konspirasi dan Bobroknya Mentalitas Oknum di Tubuh Polri
Jayantara-News.com, Jakarta
Kisah tragis Aiptu Rusmini, seorang Polwan yang dipecat dari institusi yang seharusnya melindungi, mengungkap borok mentalitas dan lemahnya sistem keadilan di tubuh Polri. Pemecatan Rusmini bukan sekadar masalah administratif, melainkan bukti kegagalan Polri dalam memberikan keadilan bagi anggotanya sendiri. Jika keadilan tak bisa ditegakkan di internal institusi, bagaimana rakyat bisa berharap perlindungan dari lembaga ini, yang setiap tahunnya dibiayai ratusan triliun dari uang negara?
Perselingkuhan suami Rusmini, AKP Edy Arhansyah, dengan seorang wanita belasan tahun lalu menjadi awal tragedi ini. Ketika Rusmini melaporkan perilaku suaminya ke Bidang Propam Polda Lampung, ia berharap hukum internal Polri ditegakkan. Namun, bukannya menindak tegas suaminya, laporan itu justru berbalik menjadi alat penindasan. Rusmini dikriminalisasi, dipenjara, dan akhirnya dipecat dengan tuduhan yang tak jelas.
Menurut keterangan Rusmini, perselingkuhan AKP Edy Arhansyah melibatkan seorang guru yang ironisnya adalah pendidik anak mereka. Bukti-bukti perselingkuhan sudah jelas, tetapi laporan Rusmini ditanggapi dengan konspirasi busuk yang melibatkan kolega sang suami. Bahkan, Edy berhasil “mengamankan” posisinya di Polri, kini bertugas di Polda Metro Jaya, sementara Rusmini dihukum dan dipecat secara tidak adil.
Tidak hanya itu, penderitaan Rusmini semakin diperparah ketika ia menemukan gajinya selama delapan tahun—setelah pemecatannya pada 2016—masih dicairkan negara tetapi diduga digelapkan oleh oknum bendahara Polres Lampung Selatan. Fakta ini baru terungkap ketika ia meminta Surat Keterangan Pemberhentian Gaji di awal 2023.
Meski telah melaporkan kasus ini ke berbagai pihak, mulai dari Mabes Polri, Polda Lampung, hingga Kompolnas, semua upaya Rusmini untuk mencari keadilan menemui jalan buntu. Sistem yang seharusnya melindungi justru menjadi alat untuk menzaliminya.
Wilson Lalengke, tokoh pers nasional, menyoroti pentingnya penyelesaian kasus ini. “Ketidakmampuan Polri untuk menangani kasus ini merusak citra institusi di mata rakyat. Ini bukan hanya tentang Rusmini, tetapi tentang bobroknya sistem hukum di Polri yang perlu segera diperbaiki,” tegasnya.
Kini, Rusmini berjuang dengan mendatangi Posko Lapor Mas Wapres di Istana Wakil Presiden. Laporannya telah diterima oleh tim khusus, memberikan harapan kecil bahwa keadilan masih bisa ditegakkan.
Perlu Reformasi dan Evaluasi
Kasus ini mengindikasikan perlunya reformasi besar-besaran di tubuh Polri. Mentalitas korup dan budaya konspirasi di internal institusi harus diberantas. Sistem pengawasan dan transparansi wajib diperketat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan penggelapan dana.
Jika kasus seperti ini dibiarkan, kepercayaan publik terhadap Polri akan semakin tergerus. Keadilan untuk Aiptu Rusmini bukan hanya demi dirinya, tetapi demi keberlangsungan institusi yang dipercaya melindungi seluruh rakyat Indonesia. (Tim/Red)