Krisis Sarjana di Indonesia: Gelar Tinggi Terjebak Pengangguran
Jayantara-News.com, Jakarta
Angka pengangguran di Indonesia yang berasal dari lulusan perguruan tinggi terus menjadi perhatian serius dalam dekade terakhir. Meski memiliki gelar sarjana, banyak lulusan yang masih kesulitan memasuki dunia kerja.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pengangguran di kalangan lulusan universitas mengalami tren peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, meski mulai menunjukkan penurunan pada 2024. Pada 2014, jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi tercatat sebanyak 495.143 orang. Angka ini melonjak tajam hingga 981.203 orang pada Agustus 2020, mencerminkan tantangan besar yang dihadapi pasar kerja selama pandemi COVID-19.
Namun, situasi sedikit membaik dalam beberapa tahun terakhir. Per Agustus 2024, jumlah pengangguran lulusan universitas turun menjadi 842.378 orang, meski angka ini tetap menunjukkan bahwa ratusan ribu sarjana belum terserap oleh lapangan kerja.
Penurunan angka pengangguran ini dapat dikaitkan dengan mulai pulihnya perekonomian pasca-pandemi serta berbagai program pemerintah, seperti peningkatan pelatihan keterampilan dan dukungan bagi wirausaha muda.
Meski demikian, tantangan struktural tetap ada, termasuk kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar kerja. Para ahli juga menyoroti pentingnya kurikulum yang relevan dengan industri, kolaborasi antara universitas dan perusahaan, serta pengembangan kompetensi digital di era ekonomi 4.0.
Kondisi ini menekankan perlunya strategi terpadu yang melibatkan pemerintah, institusi pendidikan, dan sektor swasta untuk memastikan bahwa gelar sarjana tidak hanya menjadi simbol pendidikan, tetapi juga kunci untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. (Red)