Maling Berkerah Putih! Duit Rakyat Rp1,16 Triliun Raib, Eks Dirjen Perkeretaapian Didakwa
Jayantara-News.com, Jakarta
Prasetyo Boeditjahjono, mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (2016–2017), didakwa menerima suap sebesar Rp2,6 miliar dalam skandal korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,16 triliun.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Lina Mahani Harahap, mengungkapkan bahwa uang tersebut diterima dari penerima manfaat PT Wahana Tunggal Jaya, Andreas Kertopati Handoko, sebesar Rp1,4 miliar melalui sopirnya. Sementara itu, Rp1,2 miliar lainnya mengalir dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Wilayah I Balai Teknik Perkeretaapian Sumatera Bagian Utara, Akhmad Afif Setiawan, lewat ajudan Prasetyo, Rian Sestianto.
“Perbuatan terdakwa bersama pihak lain telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1,16 triliun,” tegas JPU dalam sidang.
Atas perbuatannya, Prasetyo dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Modus Operandi: Proyek Dipaksakan Meski Tak Layak
Kasus ini berawal ketika Prasetyo memerintahkan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Sumatera Bagian Utara, Nur Setiawan Sidik, untuk mengusulkan proyek jalur kereta api Besitang-Langsa. Proyek ini didanai melalui Surat Berharga Syariah Negara-Project Based Sukuk (SBSN-PBS) Tahun Anggaran 2017 meski berbagai persyaratan belum terpenuhi.
Beberapa pelanggaran yang ditemukan:
Tidak adanya studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan (AMDAL).
Belum ada penetapan trase dari Menteri Perhubungan.
Desain proyek belum disetujui oleh Ditjen Perkeretaapian Kemenhub.
Tidak masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017 sesuai Perpres Nomor 45 Tahun 2016.
Setelah proyek disetujui, Nur Setiawan memecah pekerjaan menjadi 11 paket senilai di bawah Rp100 miliar agar terhindar dari aturan pekerjaan kompleks. Selanjutnya, pelelangan dikendalikan oleh jaringan koruptor ini, yang bekerja sama dengan PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana (MKP) milik Freddy Gondowardojo.
Para terdakwa bahkan mengatur pemenang tender dengan syarat yang hanya bisa dipenuhi oleh perusahaan tertentu. Sebagai imbalan, uang suap dalam berbagai bentuk mengalir ke pejabat terkait, termasuk Prasetyo, dalam bentuk uang tunai, barang, dan fasilitas mewah.
Kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di sektor perkeretaapian dalam sejarah Indonesia, yang mencerminkan betapa dalamnya praktik kotor dalam proyek infrastruktur nasional. (Chep)