Melestarikan Warisan: Pasukan Hitam Pangsi sebagai Ikon Budaya Sunda
Jayantara-News.com, Bandung
Gedung Bika Soga, Jalan Batununggal, Bandung, menjadi saksi sejarah penting dalam upaya pelestarian budaya Sunda. Dalam acara kebangsaan yang dihadiri oleh 1.000 ulama tasawuf dan ahli thariqah dari seluruh Jawa Barat, Pasukan Hitam Pangsi tampil memperlihatkan kekuatan dan kesolidan sebagai ikon budaya yang terus dijaga.
Acara kebangsaan dengan nuansa kearifan lokal ini pandu oleh seorang ulama Lutfi Yahya, yang turut pula dihadiri oleh:
1. Sasthra Miharja – Ketua Koordinator Pasukan Hitam
2. Rd. Cakra Bahar – Sesepuh Baraya Garut Banten
3. Ki Anom Debus – Sesepuh Padepokan Bunga Padi
Pasukan Hitam Pangsi, yang terdiri dari 33 anggota dari berbagai padepokan di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, hadir untuk memastikan keamanan sekaligus mempersembahkan nilai-nilai luhur budaya Sunda.
Tujuan Penampilan Pasukan Hitam Pangsi
Tampilnya Pasukan Hitam Pangsi dalam acara ini memiliki beberapa tujuan utama:
1. Melestarikan budaya Sunda, khususnya seni bela diri dan nilai-nilai kearifan lokal
2. Menjaga keamanan dan ketertiban selama acara berlangsung
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya harmoni antara budaya dan agama.
Dalam wawancara dengan Jayantara-News.com, Sasthra Miharja, selaku Ketua Koordinator Pasukan Hitam, menyampaikan rasa harunya atas momentum penting ini. “Ini adalah anugerah besar untuk budaya yang seringkali diabaikan atau bahkan diperdebatkan. Budaya dan agama seharusnya tidak dipisahkan, karena keduanya saling melengkapi,” ujarnya.
Menurut Sasthra, ulama mengajarkan akidah, sementara padepokan menjaga seni bela diri dan warisan budaya. Jika keduanya bersatu, kekuatan spiritual dan budaya akan semakin kokoh.
Acara ini menegaskan kembali bahwa tradisi dan kepercayaan bukanlah hal yang bertentangan, melainkan jembatan untuk membangun masyarakat yang harmonis dan berakar kuat pada nilai-nilai luhur. (JO JN)