Usai Usulan 8 Tahun Jabatan Kades Disetujui, Benarkah Wacana Dana Desa Di Stop Karena Berpotensi Dikorupsi?
Jayantara-News.com, Jabar
Pemerintah baru-baru ini menyetujui perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi delapan tahun. Keputusan ini diambil dengan harapan agar kepala desa memiliki lebih banyak waktu untuk menjalankan dan menyelesaikan program-program pembangunan, tanpa harus menghadapi proses pemilihan ulang yang berulang kali. Stabilitas masa jabatan ini diharapkan akan memberi dampak positif bagi keberlanjutan pembangunan di desa serta peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.
Namun, di tengah kabar baik ini, muncul juga wacana mengenai penghentian Dana Desa (DD), yang telah menjadi sumber dana penting bagi pembangunan dan pemberdayaan desa. Dana Desa telah memainkan peran signifikan dalam mendukung pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi, hingga pemberdayaan masyarakat desa. Jika Dana Desa benar-benar dihentikan, hal ini diperkirakan akan berdampak signifikan, terutama bagi desa yang sangat mengandalkan dana ini untuk pembangunan dan pengembangan.
Wacana penghentian Dana Desa muncul akibat kekhawatiran akan efisiensi penggunaan dan potensi penyalahgunaan atau korupsi dana di tingkat desa. Meskipun Dana Desa sejatinya ditujukan untuk mempercepat pembangunan di desa serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan, sejumlah kasus korupsi yang melibatkan oknum kepala desa atau perangkat desa membuat kebijakan ini mendapat sorotan tajam. Tantangan utama yang dihadapi adalah pengawasan dan akuntabilitas penggunaan Dana Desa, terutama karena jumlahnya yang besar, namun pengawasannya belum merata dari pemerintah pusat maupun daerah.
Menanggapi isu ini, beberapa pihak mengusulkan adanya peningkatan sistem pengawasan dan pelaporan Dana Desa yang lebih ketat dan akuntabel, salah satunya disampaikan oleh Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jabar, Agus Chepy Kurniadi. Ia menyoroti kurangnya transparansi dalam pengelolaan Dana Desa, yang membuat dana tersebut rentan terhadap korupsi dan penyalahgunaan. Agus Chepy menekankan perlunya evaluasi mendalam agar manfaat Dana Desa tetap bisa dirasakan masyarakat tanpa terjebak dalam praktik korupsi yang merugikan.
Pendekatan lain yang menjadi sorotan adalah perlunya meningkatkan kapasitas dan profesionalisme aparatur desa dalam mengelola Dana Desa. Hal ini diharapkan dapat mengoptimalkan manfaat dana yang disalurkan, serta mewujudkan pengelolaan keuangan desa yang lebih akuntabel dan transparan. Langkah-langkah ini dinilai lebih efektif daripada penghentian Dana Desa, yang justru berpotensi menghambat pembangunan desa dan berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat desa.
Dengan adanya usulan perbaikan sistem pengawasan dan peningkatan kapasitas aparatur desa, diharapkan Dana Desa bisa tetap menjadi alat yang efektif dalam mendorong pembangunan di desa. (Red)