Mengapa DPR Selalu Tunda RUU Perampasan Aset?: Nyatanya, Ancaman Mengerikan bagi Koruptor daripada Pengasingan
Jayantara-News.com, Jakarta
Geram dengan ulah para koruptor, Presiden Prabowo Subianto mengusulkan pembangunan penjara khusus koruptor di pulau terpencil. Rencana anggaran dan pencarian lokasi pun tengah disiapkan.
Gagasan ini patut diapresiasi sebagai wujud ketegasan pemerintah. Namun, ada langkah yang jauh lebih penting dalam memberantas korupsi: menggolkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP).
RUU PATP memungkinkan negara merampas aset hasil korupsi tanpa menunggu putusan pidana, melalui prinsip Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB Asset Forfeiture). Dengan mekanisme ini, negara dapat menyita kekayaan yang tidak bisa dibuktikan asal-usulnya, bahkan jika koruptor kabur ke luar negeri.
Ironisnya, sejak diusulkan pada 2008, RUU ini terus macet di DPR. Setelah masuk Prolegnas 2025-2029, RUU ini kembali gagal masuk Prolegnas Prioritas 2025—melanjutkan tren pembiaran sejak 2023 dan 2024.
Pertanyaannya, mengapa DPR terus menunda pembahasan RUU ini? Apakah ada kekhawatiran di kalangan para ‘oknum’ yang takut aset haramnya disikat negara?
Satu hal yang pasti: tanpa regulasi tegas seperti RUU PATP, korupsi akan terus merajalela, sementara hukuman bagi koruptor hanyalah sandiwara murahan.
Jika DPR benar-benar berpihak pada rakyat, sahkan RUU Perampasan Aset sekarang juga! (Goes)