Berkedok Penegakan Hukum, Polda Metro Jaya Diduga Jadi Alat Balas Dendam Koruptor!
Jayantara-News.com, Jakarta
Residivis kasus korupsi proyek pengadaan Al Qur’an dan infrastruktur Aceh, Fahd El Fouz alias Fahd A. Rafiq, kembali mencoreng wajah hukum di negeri ini. Petinggi Partai Golkar itu diduga kuat memainkan peran kunci dalam pengaturan proses hukum di Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya. Ia nekat memenjarakan sahabatnya sendiri, Faisal, warga Aceh yang kini tinggal di Jakarta, dengan tuduhan pemerasan, penipuan, dan penggelapan.
Kuat dugaan, Fahd memanfaatkan kedekatannya dengan Kapolda Metro Jaya sebagai tameng untuk melibas Faisal dalam sengketa internal perusahaan. Ironisnya, orang yang pernah mendekam di balik jeruji karena menggarong dana Kitab Suci, kini justru seolah bebas mengendalikan aparat penegak hukum.
Hal ini terungkap dari wawancara Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, bersama kuasa hukum dan keluarga Faisal di Polda Metro Jaya, Sabtu, 12 April 2025.
> “Di depan saya, penyidik ditelepon Fahd A. Rafiq pakai loudspeaker. Dia bilang: ‘Apa kendalanya? Tetapkan saja Faisal tersangka, tangkap, tahan dia. Gabungin aja sama pencuri ayam di sel!’ Dan paniklah penyidik, panit, sampai kanit—tak satu pun berani menolak,” ungkap Advokat Irwansyah, S.H.
Tak hanya itu, sespri Kapolda Metro Jaya juga disebut aktif menghubungi penyidik, mendesak agar Faisal segera dijadikan tersangka dan ditahan. Irwansyah menyebut hukum di Polda Metro Jaya telah diinjak-injak oleh mantan narapidana yang kini berkeliaran dengan kekuasaan uang dan kedekatan elit.
> “Kasus ini ancamannya di bawah 5 tahun, tapi prosesnya seperti sprint kilat. Hari ini dipanggil sebagai saksi, sorenya gelar perkara, malamnya langsung tersangka, lalu ditahan. Hukum kita jadi mainan, seenaknya digerakkan oleh pesanan!” tegas Irwansyah.
Kronologi: Dari Pinjam-Meminjam, Jadi Penjara
Perseteruan bermula dari kerja sama antara PT. Iluva milik Irwan Samudra dengan PT. Visitama, di mana Faisal adalah Direktur dan Fahd A. Rafiq menjabat Komisaris. Dalam perjalanannya, Irwan terlilit utang kepada PT. Visitama dan secara pribadi meminjam uang ke Faisal dengan janji akan dibayar lunas.
Faisal, karena rasa solidaritas sesama pengusaha, berkali-kali memberikan pinjaman tunai. Namun utang yang disicil Irwan masih menyisakan Rp1,25 miliar. Irwan menyerahkan dua lembar cek senilai total Rp1,2 miliar dan menjanjikan tambahan Rp50 juta, tapi semua cek ternyata kosong. Faisal pun melapor ke Polsek Cilandak.
Namun, keadaan berbalik. Faisal justru dilaporkan balik oleh karyawan PT. Visitama, Yosita Theresia Manangka, mengatasnamakan Irwan Samudra, ke Polda Metro Jaya. Laporan itu ditindak secara super cepat: 7 Maret 2025 laporan masuk, 8 April sudah keluar Surat Penyidikan dan Tugas, 11 April tengah malam ditetapkan tersangka, dan 12 April langsung ditahan.
Pasal-Pasal Dipaksakan, Korban Jadi Tersangka
Faisal dituduh memeras Irwan Samudra senilai Rp1,8 miliar dengan dalih biaya produksi batu bara. Tuduhan yang dibantah keras.
> “Tidak pernah saya memeras. Justru saya korban, uang saya belum kembali. Tapi saya dijadikan tersangka karena permainan hukum yang penuh rekayasa,” ujar Faisal.
Wilson Lalengke: Kapolda Layak Dipidanakan!
Ketum PPWI, Wilson Lalengke, menyebut perilaku oknum polisi dalam kasus ini sebagai kriminal. Ia bahkan menuding Kapolda Metro Jaya menerima setoran bulanan dari Fahd sebesar Rp25 miliar.
> “Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi pidana. Presiden Prabowo harus turun tangan. Kalau tidak, institusi Polri akan tumbang oleh premanisme hukum yang dipertontonkan oleh elitnya sendiri,” tegas alumni Lemhannas RI itu. (Tim/Red)