Sertifikat Tak Kunjung Terbit: PTSL Cisomang Barat Tersandera Kelalaian Desa dan BPN
Jayantara-News.com – Bandung Barat
Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang digadang sebagai solusi percepatan legalitas tanah rakyat, justru mandek di Desa Cisomang Barat, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Sejumlah warga mengeluhkan tak kunjung terbitnya sertifikat meski berkas telah diserahkan sejak tahun 2023.
Padahal, dari pihak desa, seluruh dokumen dinyatakan telah lengkap dan diverifikasi. “Kalau dari desa sudah beres, tinggal tanda tangan Pak Adam dari BPN,” ujar Sekretaris Desa Cisomang Barat saat dikonfirmasi Jayantara-News.com, Rabu (7/5/2025). Ia mengakui belum mengantar dokumen langsung karena kesibukan menghadiri agenda kecamatan.
Namun, penjelasan berbeda datang dari pihak BPN Bandung Barat. Mita, petugas pelayanan PTSL, menyatakan bahwa proses belum bisa dilanjutkan karena tanggung jawab penyusunan warkah mailing belum diselesaikan pihak desa.
“Untuk berkas atas nama Eka Supartini, kelengkapan seperti KTP, KK, dan SPPT memang sudah ada. Tapi warkah mailing-nya belum dikerjakan oleh pihak desa. Padahal, sesuai arahan program, desa-desa peserta PTSL sudah diberi format mailing yang harus diisi. Kalau mailing-nya belum lengkap, sertifikat belum bisa diproses untuk ditandatangani,” ujar Mita melalui konfirmasi WhatsApp kepada redaksi.
Mita juga menegaskan, desa seharusnya menyelesaikan penyusunan mailing terlebih dahulu. Setelah itu, baru berkas diserahkan ke BPN untuk tahap tanda tangan dan pencetakan sertifikat. “Untuk tindak lanjut, warga disarankan koordinasi dulu dengan pihak desa. Kalau sudah selesai mailing-nya, baru bisa kami proses,” jelasnya.
Situasi ini memunculkan dugaan kelalaian birokrasi lintas institusi yang berakibat pada terhambatnya hak dasar warga. Menurut pengamat kebijakan publik Agus Chepy Kurniadi, ada tiga bentuk kelalaian yang patut dicermati:
1. Kelalaian Administratif karena lemahnya koordinasi antara desa dan BPN.
2. Abainya Fungsi Pelayanan Publik, padahal PTSL merupakan program strategis nasional.
3. Minimnya Pengawasan dari Pemkab dan instansi vertikal terkait stagnasi proses di lapangan.
“Ini bukan sekadar soal tanda tangan. Ketika pelayanan publik terganggu, maka yang tergadaikan adalah kepercayaan rakyat kepada negara,” tegas Agus. Ia menambahkan, potensi pelanggaran terhadap UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahkan Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang, layak diperiksa apabila ada unsur kesengajaan atau pembiaran.
Skema besar reformasi agraria bisa runtuh hanya karena satu titik lemah dalam birokrasi pelayanan. Dan hingga kini, warga Cisomang Barat masih menanti, bukan hanya selembar sertifikat, tapi juga kehadiran negara. (JO JN)