Bobrok Penegakan Hukum di Polres Majalengka: Pelapor Diabaikan, Wartawan Dikriminalisasi, Pelaku Berkeliaran
Jayantara-News.com, Majalengka
Sejumlah jurnalis lintas media dan organisasi, bersama korban perkara hukum, menyampaikan keresahan mendalam atas dugaan kebobrokan dalam penanganan kasus oleh Polres Majalengka. Kunjungan dan surat konfirmasi yang dilayangkan sejak 2023 hingga 2025 tak kunjung mendapat respons resmi dari pihak kepolisian, baik dari Kapolres sebelumnya, AKBP Indra Novianto, maupun Kapolres saat ini, AKBP Willy Andrian.
“Kalau memang bersih, seharusnya tidak risih. Terbuka terhadap kritik masyarakat itu bagian dari integritas,” tegas Hendrato, jurnalis Duta Publik sekaligus pengurus PPWI.
1. Kasus Poliandri Dihentikan, Bukti Dikesampingkan
Kasus pernikahan ilegal (poliandri) antara Iyam Maryam dan Abdul Aziz Zaidi resmi dilaporkan sejak Januari 2023. Meski telah ada bukti kuat seperti rekaman ijab kabul, saksi dari organisasi Islam dan partai politik, serta pengakuan dari pelaku dan pihak yang menikahkan, kasus ini dihentikan dengan dalih “tidak cukup bukti”.
Korban, Tata Wantara, melaporkan kejadian ini sebanyak dua kali. Pelaporan pertama ditolak, pelaporan kedua diterima (STPL No. 05/III/2023/Polsek Maja) dan kemudian dilimpahkan ke Polres Majalengka. Namun, pada 15 Februari 2025, Tata menerima surat resmi bahwa kasus dihentikan.
“Saya dizalimi dua kali: oleh pelaku dan oleh penegak hukum yang melindunginya. Kalau pernikahan haram yang terekam jelas saja dianggap tidak cukup bukti, hukum jenis apa yang berlaku di Polres Majalengka?” ujarnya geram.
2. Wartawan Dibungkam, Kebenaran Diadili
Alih-alih mengusut tuntas pelanggaran, Hendrato, wartawan yang mengungkap kasus poliandri, justru dilaporkan balik oleh para pelaku yang ia wawancarai sebagai narasumber. Mirisnya, laporan terhadap Hendrato diterima dan diproses oleh Polres Majalengka.
“Saya wartawan, saya bekerja berdasarkan UU Pers No. 40 Tahun 1999. Tapi yang saya dapat malah kriminalisasi,” tegasnya. “Ini bukan cuma serangan terhadap saya, ini ancaman bagi kebebasan pers dan demokrasi.”
3. Jurnalis Dianiaya, Polisi Bungkam
Ivan Afriandi, jurnalis Jurnal Investigasi, menjadi korban pengeroyokan oleh enam pedagang miras saat bertugas di depan SMPN 1 Kadipaten. Laporannya diterima pada 29 Desember 2023 (LP/B/531/XII/2023/SPKT/Polres Majalengka), namun hingga kini tak ada satu pun pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Saya dianiaya saat menjalankan tugas jurnalistik, tapi para pelaku masih bebas berkeliaran. Ini bukan kelalaian, ini pelecehan terhadap hukum,” kata Ivan.
Respons Polres Majalengka: Tidak Ada
Sejumlah surat konfirmasi dari organisasi pers seperti PPWI, Gawaris, IWOI, FPII, dan lainnya telah dikirim sejak 2023 hingga April 2025. Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak satu pun surat dibalas atau permintaan audiensi direspons.
Berikut sebagian daftar surat yang dilayangkan:
28 Juli 2023 – No: KFR-AWIDPCMJL-II-001-2023
20 Mei 2024 – No: KFR/JKIV/II/083/2024
25 April 2025 – No: KFR/DTPB/II/105/2025 (dan lainnya sebagaimana terlampir)
Jika aparat penegak hukum justru menjadi tembok penghalang keadilan, maka suara jurnalis, aktivis, dan masyarakat adalah peluru terakhir demokrasi. Kasus demi kasus di Polres Majalengka menunjukkan pola yang bukan hanya lalai, tapi diduga sistemik, mengabaikan keadilan, mengkriminalisasi kebenaran, dan melindungi pelanggar hukum. (Tim)
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: jayantaraperkasa@gmail.com Terima kasih