Ketika Plang Satgas PKH Cuma Hiasan: Perkebunan PT RSUP Pulau Burung Tetap Jalan, Penegakan Hukum Dipertanyakan!
Jayantara-News.com, Pulau Burung
Ironi hukum kembali mencuat di Kecamatan Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir. Sebuah plang besar bertuliskan “Penertiban Kawasan Hutan (PKH)” berdiri gagah di depan kantor PT Riau Sakti United Plantations (RSUP), anak perusahaan dari raksasa industri kelapa, PT Sambu Group.
Namun, alih-alih menghentikan aktivitas, operasional di kawasan bertanda tersebut tetap berjalan mulus, seolah plang hanyalah simbol tanpa taring. Kantor tetap buka, aktivitas perkebunan terus menggeliat, seakan tidak terjadi apa-apa.
Kondisi ini memunculkan tanda tanya besar: apakah penegakan hukum sekadar formalitas? Ataukah plang PKH kini menjelma jadi hiasan di tanah yang dipertanyakan legalitasnya?
Temuan ini pertama kali terkuak saat awak media melakukan penelusuran langsung ke lapangan. Plang penertiban yang semestinya menjadi simbol tindakan hukum, justru tampak tak berpengaruh terhadap kegiatan perusahaan.
Ketika dikonfirmasi, Arief Aria, Public Relation Head PT Sambu Group, mengakui bahwa area tersebut memang milik perusahaannya. Ia justru meminta Satgas PKH menjelaskan dasar hukum pemasangan plang tersebut.
> “Untuk yang ditempel plang itu valid milik kami. Yang perlu dikonfirmasi sepertinya dari Satgas PKH, mengapa ada plang ditempel di sana,” ujar Arief lewat pesan WhatsApp.
Arief bahkan menyebut bahwa fenomena serupa terjadi di sejumlah perusahaan sawit lain di Riau, dan menyebut kemungkinan adanya kekeliruan koordinat lokasi.
Namun pernyataan itu langsung ditepis tegas oleh pihak Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir. Erik Rusnandar, SH, selaku Kasi Intel menyatakan pihaknya hanya menjalankan perintah Kejaksaan Tinggi Riau sesuai peta resmi.
> “Masalah salah titik atau apapun itu, bukan urusan saya. Kalau saya, bukan mengikuti Sambu Group, saya ikuti arahan pimpinan saya,” tandas Erik saat dikonfirmasi, Jumat (18/7/2025).
Ia menambahkan bahwa seluruh tindakan telah berdasarkan data resmi dari Kejati Riau. Sehingga, bila ada keberatan atau kebingungan, semestinya pihak perusahaan maupun media langsung meminta klarifikasi dari Kejati dan Satgas PKH.
Fakta ini justru membuka ruang spekulasi:
Apakah benar terjadi kesalahan administratif semata?
Ataukah ini potret buram penindakan hukum yang setengah hati?
Atau lebih jauh, adakah upaya pembiaran yang terstruktur?
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi dari Kejati Riau maupun Satgas PKH. Publik menanti kejelasan, bukan sekadar plang, tapi penegakan hukum yang tak bisa dibeli dan tak boleh dikebiri. (Mey/Red)